TEMPURAN SEDALEM TEMPAT POLITISI BERBURU PULUNGAN

TEMPURAN SEDALEM

TEMPAT POLITISI BERBURU PULUNGAN


Oleh : Mochamad Arfian Syah


Alas Ketonggo yang masuk ke dalam wilayah kabupaten Ngawi berasa di perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur ini memang telah lama dikenal sebagai salah satu pusat mistis paling kuat yang ada di tanah Jawa. Tidak mengherankan apabila ditempat ini banyak terdapat titik-titik yang kerap kali didatangi untuk tujuan tertentu. Dari sekian banyak titik dengan segala kekeramatannya, sungai Tempuran Sedalem merupakan salah satu tempat yang kerap kali didatangi oleh mereka yang menginginkan jabatan tinggi.


Bukan alasan mereka mandi kungkum di sungai Tempuran Sedalem. Disinilah dulu Prabu Brawijaya V- raja Majapahit terakhir melepas seluruh pakaian kebesarannya. Dengan mandi di sungai tempuran ini mereka yang ngalab berkah bermaksud ingin mengambil sawab pakaian kebesaran baju dari Prabu Brawijaya yang moksa ditempuran tersebut.

Di samping itu mengenai kekeramatan yang ada di Tempuran Sedalem ini seringkali dikaitakn dengan Alas Ketonggo. Hal ini tidaklah salah karena Tempuran Sedalem ini merupakan bagian dari hutan yang mayoritas berisikan tanaman jati tersebut. Di dalam Alas Ketonggo ini semua tempat memiliki keterkaitan sendiri-sendiri. Alas Ketonggo sebagai nama tempat secara keseluruhan, kemudoan Palenggahan Srigati tempat melepaskan mahkota dari Pabu Brawijaya dan Sungai Te,puran Sedalem merupakan tempat melepaskan pakaian kebesaran dari Prabu Brawijaya. Dan bukan hanya itu, sungai tempuran ini dipercaya juga menjadi tempat mandi Pabu Brawijaya V sebelum melakukan perjalanan spiritual ke puncak Gunung Lawu dan berakhir moksa disalah satu gunung yang paling keramat di tanah jawa tersebut.

Dalam masyarakat jawa, dunia dengan segala isinya merupakan sebuah kesatuan dan diumpamakan semacam sastra cetha tan tinulis yang harus dibaca oleh setiap manusia yang menginginkan kemuliaan dunia maupun akhirat. Bergitu juga dengan sungai tempuran sedalem, dalam pandangan  ilmu kebatinan sungai Tempuran Sedalem yang terdapat di Alas Ketonggo merupakan sebuah tempat yang dapat diartikan sebagai sandi alam yang harus diterjemahkan oleh manusia. Mengenai hal ini juga diutarakan oleh Mah Mardji selaku juru kunci Alas Ketonggo. Menurutmya sungai tempuran yang merupakan tempat bertemunya aliran sungai Ketonggo dengan aliran sungai Pesing ini merupakan gambaran dan simbol tentang kehidupan manusia. Aliran sungai yang pasa musim kemarau tersebut terasa hangat dan terasa dingin menyegarkan saat musim penghujan tiba adalah lambang siklus kehidupan manusia sekaligus perlambang dari kesempurnaan alam.

Perbedaan suhu dari air Tempuran Sedalem yang dibedakan denga  musim ini merupakan perlambangan dari segala hal yang ada didunia. Begitu juga dalam manusia dengan kehidupannya, mereka selalu dihadaapkan kepada dua hal yang selalu dihadapkan kepada dua hal yang selalu berlawanan. Sebagai contoh ada siang dan ada juga malam. Begitu juga dengan ada panas dan ada juga yang dingin. Dengan adanya hal yang demikian inilah manusia dianjurkan untuk senantiasa mawas diri dan berhenti sejenak untuk memandang keluar dan beralih untuk melihat kedalam untuk mengetahui apa dan bagaimana dirinya sendiri. Sehingga pasa akhirnya mereka yang dapat melihat dirinya dengan seutuhnya mereka akan dapat melihat kebenaran yang sejati.

“Alas ketonggo dan segala sesuati yang ada didalamnya bukan lah tempat persembahan atau melakukan permintaan melainkan tempat untuk mewawas diri dan membaca tanda-tanda alam yang telah diciptakan oleh Tuhan. Pembacaan mengenai sastra cetha tan tinulis yang ada di Alas Ketonggo seharusnya dapat membuat siapapun yang datang kesini menjadi lebih bijak. Seperti halnya pemimpi atau pejabat yang melakukan tetirah atau tirakat ke tempat ini seharusnya tahu akan tugas sekaligus amanah yang diembannya,” tutur juru kunci alas ketonggo pada Misteri.

Terkait dengan banyaknya para caleg atau pejabat yang ngalap rezeki di sungai tempuran ini sang juru kunci juga tidak menampik kebenarannya. Dalam penilaiannya mereka yang ngalab berkah di sungai tempuran ini pada dasarnya meniru atau mengikuti jejak Prabu Brawijaya V sebelum melakukan perjalanan spiritual ke puncak Lawu. Memang oleh masyarakat sekaligus pemaparan juru kunci sungai tempuran tersebut pernah digunakan oleh raja terakhir Majapahit untuk bersuci sebelum mendapat wahyu dan bergelar Sunan Lawu dan lantas melakukan perjalanan spiritualnya ke puncak Lawu.

“Yang datang melakukan ritual disungai tempuran otu jumlahnya puluhan. Tetapi mereka yang datang untuk kungkum di tempat ini kebanyakan secara sembunyi-sembunyi dan tanpa sepengetahuan saya. Kalau mereka (pejabat dan para caleg) itu tujuannya kebanyakan ya ingin menang dalam pemilihan umum dan mendapatkan kedudukan yang tinggi,” terangnya.

Mengenai mereka yang datang untuk ngalab berkah secara sembunyi-sembunyi ini Mbah Mardji tidak pernah mempermasalahkan. Selama apa yang dilakukan oleh mereka tidak melanggat tata krama sekaligus tata tertib yang ada di lingkungan sekitar Alas Ketonggo.

“Saya tidak mempermasalahkan mereka yang datang secara sembunyi-sembunyi. Sebab itu adalah hak mereka. Namun sebagai orang yang dituakan dan dipercaya untuk menjaga lingkungan sini saya harap mereka jangan berbuat seenaknya. Sebab bagaimana pin disini mempunyai tata krama dan bagi siapapun yang melanggarnya akan menerima ganjaran yang setimpal dengan  apa yang dilakukannya,” tegasnya

Mengenai adanya fenomena yang semacam ini lelaki berambut panjang tersebut mengatakan bahwa ini bukanlah sebuah fenomena yang aneh. Adanya ritual kungkum yang dilakukan para caleg itu jika dilihat dalam kacamata spiritual jawa adalah usaha untuk penyucian sekaligus ruwat diri. Maksudnya adalah manusia tidak lepas dari dosa dan manusia ada yang dilahir dengan membawa sukerta. Kekotoran jiwa manusia oleh dosa ini dapat dihilangkan dengan memperbaiki perilakunya dan disimbolkan dengan mandi kungkum seperti yang dilakukan oleh para caleg tersebut.

Ruwet yang dimaksudkan disini adalah karena adanya sukerta yang disadang oleh manusia. Sukerta ini dapat menyebabka terganggunya perjalanan hidup manusia yang terkadang dapat menyebabkan kesialan baginya. Salah satu cara yang dapat menyebabkan terganggunya perjalanan hidup manusia yang terkadang dapat menyebabkan kesialan baginya. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan sukerta ini adalah dengan meruwat diri melalui berbagai cara yang telah dipercaya oleh masyarakat jawa dan salah satunya dengan mandi kungkum ini.

“Pembersihan dan penyucian diri ini sebenarnya sangat penting bagi manusia. Mengenai tempatnya tidah hanya bisa dilakukan disini. Tempat ini hanyalah pralambang yang harus bisa dicari maknanya oleh manusia. Mereka yang melakukan pembersihan diri disini tujuannya agar jiwa dan tubuh mereka menjadi bersih dan suci. Sehingga dengan bersih dan sucinya jiwa seseorang dapat menarik untuk didatangi oleh wahyu keprabon. Sifat wahyu keprabon ini dari dahulu adalah hanya mau mendiami tempat yang suci. Kalaupun ketika didiami oleh wahyu ini yang bersangkutan melakukan kejahatan. Sewaktu-waktu eahyu ini pergi maka sesuau yang pedih akan menimpa si pemegang wakyu keprabon yang melakukan kejahatan itu,”tambah Mbah Mardji.

Pada kesempatan itu Mbah Mardji juga menghimbau agar semua untuk belajar mengolah rasa dengan membaca keadaan alam. Seperti yang diketahui untuk saat ini nusantara seperti tengah bergejolak. Terkait hal ini sseperti yang tergambar di Alas Ketonggo, Mbah Mardji menghimbau agar kita semua mengolah rasa sehingga tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan diolahnya rasa ini pada akhirnya akan membuat manusia lebih mawas diri dan menghargai sesamanya sekaligus alam.

Kedua hal ini sangat dibutuhkan untuk menghadapi keadaan alam yang tengah bergejolak seperti saat ini. Selain Mbah Mardji juga mengharapkan agar mereka yang datang ke Alas Ketonggo baik untuk ritual dengan mandi kungkum atau tidak agar jangan berbuat yang mengganggu keselarasan yang ada dalam Alas Ketonggo sendiri. Untuk mereka yang ingin mandi kungkum Mbah Mardji menganjurkan untuk tidak memakai sampo atau sabun, sebab hal itu merusak keselarasan alam karena telah mencemari aliran sungai dengan bahan kimia. “Tindakan seperti itu, mencemari sungai, jelas kurang baik untuk tercapainya tujuan mereka,” ujarn Mbah Mardji.

Masih menurut dia, para penunggu Alas Ketonggo yang diharapkan menjadi perantara keinginan mereka tidak berkenan atas apa yang mereka lakukan. Mbah Mardji juga menambahkan bahwa jangan sekali bernadhar palsu saat melakukan ritual di dalam Alas Ketonggo. Hal ini dikarenakan mereka yang telah memiliki jabatan dan melakukan bernadzar palsu akan berakibat hilangnya jabatan yang telah dipegangnya.

“Sesuai dengan sandi alam yang ada didaerah sini mereka bernazar atau janji palsu atau tidak amanah dalam menjalankan tugasnya mereka akan kehilangan jabatannya. Ini digambarkan dengan dilepaskan mahkota dari Prabu Brawijaya dan dilarungnya pakaian kebesaran Prabu Brawijaya di sungai tempuran tersebut. Mengenai apa yang dilakukan oleh Prabu Brawijaya V itu adalah gambaran siapa yang dilakukan oleh pimpinan adalah tidak amanah terhadap jabatannya. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Jika menyalahi rakyat sama halnya menyalahi Tuhan. Dalam masyarakat Jawa orang yang salah harus saleh. Jika dihubungkan dengan masayrakat yang tirakat disini dan lali akan janji dan tugasnya sebagai pemimpin. Apa yang menjadi kekuatan, jabatan, dan juga kekayaannya akan diambil oleh Sang Penguasa Alam. Ini digambarkan sama dengan dilarungnya pakaian kebesaran dari Prabu Brawijaya V,” pungkas Mbah Mardji.



Pelet Bulu Perindu
Pelet Dari Jarak Jauh Nan Ampuh
Gebetan Anda Kembali Rindu Lagi, Tanpa ritual
Klik di sini
Pesan WhatsApp: 62895-35644-0040 Bersponsor -

>