SENI GEDRUK
TARIAN MENYAMBUT BULAN RAMADHAN
Oleh : Herrtanto Honggo
Kesenian gedruk, merupakan tarian penuh dengan nuansa mistik, sebagai ritual mamanggil roh para leluhur yang seudah meningga dunia untuk menerima doa dari keturunannya dan membelenggu setan pengganggu kekhusukan irang yang bekal menjalankan puasa Ramadhan, Untuk itulah tarian ini dihelat pada bulan Ramadhan, Dengan harapan umat yang beragama Islam dalam menjalankan puasanya, tidak digoda lelembut dan roh gentayangan.
Tradisi seni gedruk ini , meupakan sempalan dari seni tari Barongan Carang Turonggo, dimana tarian tersebut penuh dengan nuansa kegaiban. Hal ini bisa dilihat dari para penarinya yang mengenakan pakaian layaknya prajurit lelembut yang bersifat jahat dengan warna dominan merah dan kuning. Warna merah sebagai simbul keberanian dan warna kuning sebagai simbul sifat jahat. Sedangkan pada betis para penari itu terpasang puluhan penuh klintingan (yang biasa digunakan sebagai liontin kalung anjing) yang sedemikian rupa sehingga bisa mengikat betis para penari tersebut. Dinamakan seni gedruk, karena para penarinya sepanjang menari menggerakkan tubuhnya, diwarnai hentakan kaki ke bumi berulang-ulang.
Sehingga menimbulkan suara krincing... Krincing berulang-ulang, sebagai isyarat pemanggilan lelembut yang bersifat jahat untuk berkumpul. Kendatinya gamelan pengiringnya sederhana, hanya terdiri dari kethuk, kenong, kempul dan gong, namun pada awal menari hingga akhir, suara klintingan ini mendominasi suara tetabuhan, sehingga nuansa mistis, melahirkan suasana mencekam terjadi menyelimuti tradisi upacara Ruwahan disekelilingnya. Keadaan ini mampu membius penonton dalam suasana yang penuh misteri, sehingga sempat pula membikin bulu kuduk berdiri, utamanya bagi warga diluar desa setempat. Hal ini terbukti, puluhan penonton yang menyaksikan seni gedruk ini terdiam seribu bahasa.
Bagi mereka yang sebelumnya sedang bercakap-cakap segera menghentikannya, meski tanpa aba-aba, seolah tidak lagi memiliki keberanian untuk melanjutkan obrolannya. Melainkan hanya diam dengan konsentrasi penuh. Memang, sebelum tari gedruk dipentaskan pawang gaib tarian ini terlebih dulu menciumkan minyak wangi khusu, pada hidung para penari, dengan cara mengoleskannya. Selanjutnya, satu persatu penari itupun mengenakan topeng prajurit lelembut yang berbentuk sedemikian mengerikan. Wujud topeng itu berambut gimbal, bola mata melotot dengan gigi menonjol keluar dari taring yang runcing.
“Minyak ini untuk memanggil prajurit lelembut penunggu gaib yang bersifat jahat desa ini,” ujar Surahman.
Selanjutnya Surahman, selaku pawang gaib seni gedruk kepada MISTERI disela-sela mengawasi para penarinya mengungkapkan. Dia sengaja menarik roh setan(penggoda manusia) yang berada di desa ini agar menyatu disini. Memang sejenak kemudian, setelah para penari tersebut mengenakan topeng ala prajurit lelembut penunggu gaib Desa Gemiwang. Kecamatan Jambu, kabupaten Semarang, Jawa Tengah yang dipimpin oleh Bogo Lodra segera beraksi. Mereka )para penari langsung sigrak menari dengan gerakan beringas, berkiprah mirip gerakan perang prajurit dimedan laga. Situasi ini mampu membuat para penonton tercengang ketakutan, karena sikap para prajurit lelembut Boga Lodra ini nampak tidak bersahabat.
ROH JAHAT
Seolah-olah ingin mencengkeram dan memangsa para penonton yang ada di sekelilingnya. Kalau sudah begituSang Pawang segera mendekat, sambil mulutnya komat- kamit membaca mantra untuk mengamankan. Surahman yang merupakan trah ( keturunan) Pawang ke 5 desa setempat, membaca rapal dan dengan serta merta menebak jidat penari yang dianggap membahayakan. Karena, kata Surahman, mereka (penonton-Red) jika dibiarkan lengah bisa kesurupan roh gentayangan dan ikut menari dengan gerakan beringas. Bahkan kalau tidak secepat mungkin ditangani, maka akan bisa menular pada orang lain jadi kesurupan massal roh jahat. Nampaknya ketika itu, Selasa (2/6) siang, surahman kewalahan, karena jumlah penarinya belasan.
Sehingga tidak mampu dikendalikan! Alhasil, ada satu warga setempat yang kesurupan roh dan ikut menari, juga mengenakan topeng yang tersisa yang diletakkan di teras kantor balai desa yang tidak jauh dari tempat digelarnya seni gedruk tersebut. Karuan saja jika jeritan dan teriakan penonton pun pecah, sejenak keributan pun terjadi, para penonton saling berdesakan mundur dari tempat, untuk berusaha menjauh.
Menghadapi keadaan ini, untung saja Surahman segera tanggap, sehingga dia segera membaca rapal maupun mantra dan mengusap kening lelaki yang kesurupan itu dengan telapak tangan kanannya, setelah topeng yang dikenakan orang yang kesurupan itu dilepaskan paksa.
Sejenak berikutnya, lelaki itupun jatuh tengkurap dan tak sadarkan diti. Sementara para penarinya masih terus menari disela-sela penonton yang ribut. Sementara itu, salah satu warga membuka topinya, untuk meminta saweran kepada para penonton secara sukarela. Hasil sawerannya. Kata Surahman, selain untuk memberi uang lelah kepada penarinya juga untuk membeli sesaji yang berupa kembang kantil, melati, kembang setaman, dupa wangi dan kemenyan.
“Uborampe sesaji tersebut sebagai sarana mengundang roh prajuritBoga Lodra yang berasal dari Sriwuning yang sudah ratusan tahun menjadi danyang di desa ini, “ujar Surahman menjelaskan kepada MISTERI yang ada di dekatnya.
Menurut Surahman, Sriwuning merupakan sebuah kerajaan lelembut di Pantai Selatan bawahan Roro Kidul, di laut pantai selatan. Nah, setelah para prajurit lelembut dari Sriwuning itu berkumpul disini dan masuk raga para penari, maka Surahman sebagai pawang melanjutkan aksinya dengan segera melakukan ritual pengembalian roh jahat yang sebelumnya dibelenggu (diikat tangan dan kakinya) agar tidak kembali lagi ke Desa Gumawang, meski hanya sementara, setidaknya dalam bulan Ruwah hingga akhir bulan Puasa Ramadhan, agar tidak mengganggu orang yang sedang menjalankan ibadah puasa. Dalam prosesi ritual membelenggu prajurit Boga Lodra ini dengan cara mendekati satu persatu para penari.
Disana Surahman dengan para penari itu melakukan dialog gaib yang intinya mereka harus pergi dari tempat ini, meski harus dengan syarat yang berlainan dari masing-masing roh yang menyusup ditubuh penari tersebut. Maka Surahman berusaha untuk memenuhi sesaji permintaannya yang masing-masing tidak sama tersebut. Permintaan roh prajurit Boga Lodra itu ada yang berujud dupa wangi, rokok kretek, kopi pahit, kinang dan masih banyak lagi sesuai dengan jumlah penadi seni gedruk tersebut. Mungkin karena tradisi ini sudah dilakukan selama puluhan tahunm seingga masyarakat setempat melalui Surahman telah mengetahui jenis permintaan para roh jahat tersebut. Sehingga mereka pun sebelumnya sudah menyediakannya.
Jadi yang minta minuman kopi juga disediakan kopi dalam gelas dan yang meminta rokok juga disulutkan rokok kemulut penari tersebut, begitu yang meminta dupa wangi atau lainnya. Lebih jauh Surahman juga mengatakan, prajurit lelembut pimpinan Boga Lodro memang sudah lama bersemahyam di Desa Gemawang sebagai danyang.
“Begitu para penari sadar diri, maka serta merta mengajak salaman kepada setiap penontonsebagai ungkapan permintaan maaf, jika swlama itu telah mengganggu ketentraman dan kemerdekaan para penonton,” ucapnya sembari mengatakan, hal ini memiliki makna filosofi, sehabis menunaikan amalan puasa Ramadhan untuk saling bersilaturahmi dan bermaafan.
Prosesi ritual ini dilanjutkan dengan warga setempat. Karena warga disini sebagian besar menyakini, bila pada bulan ruwah seperti sekarang ini, para roh leluhurnya keluar dari kubur masing-masing, untuk meminta dan menunggu doa dari keturunannya. Jadi roh para leluhursaat ini berada di batu nisan masing- masing sepanjang bulan Ruwah, sangat berharap dan menunggu panjatan doa dari anak cucunya. Dan baru akan kembali ke alam barzah (alam kubur/ penantian) setelah memasuki Bulan puasa Ramadhan.
“maka dari itu kami melakukan uapcara ritual memanggil roh leluhur untuk berkumpul di halaman bale desa ini,” jelasnya
Maka dari itu upacara ritual umbul donga yang dipimpin Surahman dilakukan warga setempat dengan cara masing-masing orang duduk bersila, membentuk lingkaran. Sementara Surahman duduk ditengah-tengah mereka untuk memimpin umbul Donga. Doa yang dibacakan, selain diucapkan melalui bacaan ayat-ayat suci Al-Quran, juga sesekali menggunakan Bahasa Jawa. Sedangkan para peserta upacara Ruwahan Desa Gemawang, kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang melakukan tadah amin ( mengamini) secara serentak.
“Jadi pemanjatan doa warga disini bisa langsung disaksikan para leluhur, dengan demikian para leluhur ini bisa merasa puas sebelum kembali keliang kuburnya,” ungkanya lagi.
Upacara tersebut berlangsung sekitar 2 jam dilanjutkan untuk kembul bujana (makan bersama) dengan suguhan yang sudah disediakan berupa nasi jagung, nasi beras dengan lauk khas Desa Gemawang, diantaranya botok tawon, lodeh jepan, sambel trasi, sejumlah jenis ikan air tawar, seperti wader, ikan bawal juga tahu dan tempe bacem. Dengan buah-buahan sebagai pencuci mulut berasal dari hasil bumi warga setempat. Sperti Semangka, salak, pepaya, dan beberaoa buah-buahan lainnya. Semua makanan yang disajikan berasal dari iuran warga desa tersebut, secara saling bahu membahu, saling adah dan asuh, juga membentuk toleransi.
Sikap ini memiliki makna gotong-royong dan membina kerukunan antar warga, ucap Mahmudi, kepala Desa Gemawang kepada Misteri secara terpisah. Semua biaya ditanggung secara swadaya masyarakat disana, demi mewujudkan dan melestarikan budaya ritual sakral para leluhur mereka. Memang selama ini, kata Mahmudi, belum ada campur tangan pemerintah, dalam hal ini pihak Dinas Pariwisata.
Untuk itulah, pada kesempatan ini, mahmudi menyampaikan aspirasi masyarakat agar memohon dukungan pemerintah dalam penyelenggaraan upacara ritual seni gedruk. Sebab, alasan mereka, upacar ini bisa disuguhkan kepada khalayak, baik wisatawan domestik maupun wisatawan manca negara. Sekaligus hal ini diharapkan bisa memicu semangat warga desa setempat dan mampu menambah serta meningkatkan pendapatan asil daerah (PAD) Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang.
Selanjutnya Mahmudi juga engungkapkan, bahwa seni gedruk juga dipentaskan pada saat bersih desa, maupun menyambut para tamu yang berkunjung disini secara rombongan. Hanya saja, katanya kalau untuk menyambut para tamu tidak menggunakan sarana mistis dan ritual pemanggilan roh.
“Jadi hanya khusus untuk tradisi Ruwahan saja, kami menghelat acara seni gedruk ini lengkap dengan prosesi riual memanggil roh dan membelenggu setan pengganggu ibadah manusia, pungkasnya.
Pelet Bulu Perindu
Pelet Dari Jarak Jauh Nan Ampuh
Gebetan Anda Kembali Rindu Lagi, Tanpa ritual
Klik di sini
Pesan WhatsApp: 62895-35644-0040 Bersponsor
Pelet Dari Jarak Jauh Nan Ampuh
Gebetan Anda Kembali Rindu Lagi, Tanpa ritual
Klik di sini
Pesan WhatsApp: 62895-35644-0040 Bersponsor
>