CATATAN KERAMAT ALMARHUM AYAH
Oleh : Tia Aweni D. Paramitha
Kutemukan sebuah buku berdebu didalam tas koper luduh warna hijau tua di atas lemari kamar papaku. Hal ini beru aku lakukan seterlah empat puluh hari ayahku meninggal dunia. Papaku wafat pada hari Selasa Legi, 1 Juli 2014 pukul 21.45 WIB di Rumah Sakit Mayapada, Kota Tangerang, Banten.
Buku berwarna hujai lusuh itu ternyata buku catatan pribadi yang ditulis sejak 1 Januari 1989. Dari buku harian inilah, aku tahu cerita sesungguhnya bagaimana ayahku tetap hidup sementara ibuku terkubur hidup-hidup bersama Rotterdam Blue Diamond di Selat Karibia.
Aku mengenal betul tulisan ayahku. Dan itulah aksara asli yang ditorehkan papa, pada hari Minggu Wage, pukul 08.45 WIB. Hari itu tertera disana ayahku menceritakan tentang kematian ibu kandungku. Ibuku meninggal dalam sebuah kecelakaan kapal pesiar yang tenggelam di Selat Karibia, Amerika Selatan. Tat kala mereka berdua melakukan perjalanan dari Amsterdam ke Paramaribo, ibukota Suriname.
Saat itu aku masih berumur dua satu tahun lebih dua bulan. Aku belum tau apa-apa dan tidak ingat apa-apa akan peristiwa yang disebut sebagai kejadian yang menakutkan itu. Kapal pesiar Rotterdam Blue Diamond bermuatan 995 penumpang itu tenggelam di tengah laut Selat Karibia. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 23 November tahun 1988. Hari Rabu Kliwon pukul 23.45 malam waktu setempat
Papa menceritakan tentang perjalanan mereka ke Belanda. Sampai di Bandara Schippol, Amsterdam. Senin 14 Legi, 14 November 1987. Catatan ini distabilo hijau oleh papaku karena penting sebagai awal menginjakkan kaki di negeri Eropa Barat setelah melakukan perjalanan udara selama 20 jam dari bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Indonesia.
Kala itu papa dan mama ambil cuti panjang. Liburan lama itu mereka gunakan untuk jalan-jalan ke Belanda dan Amerika Selatan. Karena baru, ada aku anak tunggal mereka yang belum berumur dua tahun, maka aku yang balita pun mereka bawa bersenang. Setelah beberapa hari di Amesterdam, papa membeli tiket Kapal pesiar Rotterdam Blue Diamond yang melakukan perjalanan dari Belanda ke Suriname.
Namun sayang, kebahagiaan berlibur ternyata menemui jalan terjal. Bahkan jalan hancur-hancuran, dimana kapal yang ditumpangi dilanda ombak besar dan tenggelam. Sebagian besar penumpang selamat, namu sebagian kecil meninggal, ikut terkubur ke dasar laut bersama kapal Rotterdam Blue Diamond di Karibia.
Papa menulis, bahwa jelang tengah malam angin puting beliung datang. Bahkan mirip seperti badaI tornado dan taipan yang maha dahsyat. Kapal oleng karena gelombang laut meninggi hingga lima meter. Omabk bergulug bergemuruh mengguncang dak kapal. Kapten kapal memerintahkan semua penumpang naik ke sekoci dan meninggalkan semua barang yang ada dikamar. Kami semua memburu sekoci penyelamat dan berebut masuk ke sekoci itu.
Karena ibuku penyakit syaraf terjepit dan asama, maka mama tidak bisa lari cepat menuju sekoci. Akhirnya sekoci habis dan tinggal jatah seorang ke dalam satu sekoci terakhir. Ayahku lalu melompat ke sekoci menggendong aku. Sementara ibu tertinggal di kapal bersama penumpang lain lalu tenggelam ke dasar laut Karibia.
Hingga sekarang jasad ibu tak ditemukan dan ayah sangat sedih. Di dalam tulisan itu ayah menangis. Tetes air mata teringat nasib ibuku yang terpaksa meninggal, terkubur bersama Rotterdam Blue Diamond di Amerika Selatan. Ayahku menggambarkan bagaimana bingunggnya ia ketika harus menggendong aku, menyelamatkan aku, dan meninggalkan ibuku bersama kapal yang mengerikan itu di tengah malam dalam kegelapan.
“Maafkan aku Ma, maafkan dan selamat jalan Mama, semoga Mama bahagia di sana. Aamin Yaa robbal aalaamiin.” Tuliskan papaku, di kertas bernoda coklat, yang ku yakin itulah airmata papaku ketika menulis. Sedih dan terisak karena kasihan kepada ibuku. Terpaksa meninggalkan ibu di kapal dan hilang bersama kapal pesiar yang mewah itu.
Sejak aku kecil, aku sudah tidak punya ibu. Ayahku membesarkan aku sendiri dan aku diasuh oleh seorang Baby Sister. Aku tumbuh bersama pembantu walau ayahku mengasuh aku jika dia sudah pulang kerja. Ayah tidak mau menikah lagi dan konsentrasi dengan pekerjaannya sebagai insinyur bangunan Real Estate dan masa depanku. Ayah sangat memperhatikan aku sejak aku kecil hingga dewasa.
Namun, sejak kecil pula aku dicekoki pandangan buruk pihak keluarga ibuku tentang ayahku. Mereka berpandangan bahwa ayahku jahat, ayahku membiarkan ibuku mati dikapal. Ayahku dianggap tega, raja tega meninggalkan ibu ku dikapal hingga ibu tenggelam. Sementara ayahku menyelamatkan dirinya bersama aku. Masuk ke sekoci dan sekoci itu sandar dengan selamat di Negara Kuba lalu kami diselamatkan pemerintah hingga kembali ke tanah air Indonesia.
“Ibumu ditinggal di kapal dan dibiarkan mato oleh ayahmu. Ayahmu jahat, biadab dan tega meninggalkan ibu mu di kapal hingga ibumu tekubur bersama kapal di Selat Karibia itu,” kata Tante Anggun Asmara, kepadaku. Hal itu dikatakannya sejak aku sekolah dasar dan aku selalu diilustrasikan tentang bagaimana jahatnya ayahku. Jahat karena meninggalkan ibu sendiri dan mati dalam musibah kapal yang terkubur di dasar laut Selat Karibia.
Pada mulanya aku terpengaruh juga oleh omongan tenteku. Apalagi tante yang lain juga menggambarkan hal yang sama tentang ayahku. Bahkan semuanya tidak mau berbaikan sama papaku. Mereka semua dendam dan marah berkepanjangan kepada ayahku, iparan mereka
Pada tanggal 17 September 2014. Hari Rabu Wage, aku temukan Buku Catatan Harian Papaku. Dari catatan itu maka terbuka semuanya. Apa yang digambarkan buruk tentang ayahku, kontan sirna dan aku menyakini ayakku melakukan hal itu untuk kebaikan ibu.
Arkian, disitu ternyata ada kesepakatan ibu kepada ayahku untuk menyelamatkan aku. Ibu sudah pasrah dan memilih dia yang ditinggal di kapal tatkala masih ada sisa satu sekoci penyelamat. Tempat hanya satu sekoci, hanya satu dan ibuku mengalah. Tadinya papaku yang mengalah, namun ibu tidak mau. Ibu melihat bahwa papaku lebih baik hidup dan membesarkan aku ketimbang dirinya.
Diluar dugaan famili ibu semua, ternyata ibuku SitiZuhro maimunah, sudah divonis mati karena penyakit kronis pada paru-parunya. Ibuku menderita kanker paru-paru ganas dan tidak bisa disembuhkan. Sebenarnya kelihatan hanya asma, dan semua tahu dia asma. Tapi sesungguhnya ibuku paru-paru berat. Jaringan kanker telah menghabiskan seperempat dari paru-parunya dan tidak bisa disembuhkan lagi.
“Papa, tolong selamatkan anak kita, besarkan dia dengan baik. Biarkan Mama yang sudah divonis mati ini tenggelam bersama kaal ini, teriak mama, yang ditulis papa dalam catatan itu.
“Jikapapa yang mati disini, mama yang akan membesarkan anak kita, Lilita dan rasanya Mama tidak bisa kuat karena mama sakit parah dan kasihan kepada Lolita. Biarlah mama mati sekarang dan papa selamatkan Lolita dan tolong didik dia, besarkan dengan baik dan kasihi dia sepenuh hati, papa”. Pesan ibuku. Yang dituliskan Papa dengan air mata bercucuran di pipinya. Gambaran itu terlihat dari kata-kata yang belakangan dituliskan di lembaran terakhir Buku Harian keramat itu.
Aku membayangkan adegan pada kapal Rotterdam Blue Diamond ketika semua penumpang panik karena gelombang besar. Aku juga membayangkan bagaimana ibu dan ayah panik menggendong aku keluar dari kamar dan berusaha berebut tempat dalam sekoci. Dan karena aku masih begitu kecil, aku tidak ingat peristiwa itu. Aku merasa samar-samar antara kenyataan dan mimpi. Apa iya sih kala itu aku menghadapi kenyataan itu. Maklumlah, umurku segitu belum memiliki memori yang baik, belum ada ingatan yang layak untuk merewain kejadian-kejadian di dalam kehidupan yang dilalui.
Tahulah aku bahwa ayah bukan berkhianat kepada ibuku. Tahulah aku bukan ayah menjadi si raja tega untuk membiarkan ibuku mati sendirian di kapal Rotterdam Blue Diamond itu. Tahulah aku bahwa apa yang digambarkan buruk oleh keluarga mamaku tentang ayahku, tidak benar adanya. Papaku bukan membiarkan ibuku mati sendirian, tapi karena permintaan ibuku. Sekoci benar-benar penuh dan hanya ayah yang menggendong aku yang dapat selamat dari musibah itu.
Dengan berhati-hati, aku membawa catatan harian almarhum ayahku itu kepada tante-tanteku yang membenci ayahku. Mereka mulanya enggan untuk membaca catatan itu. Namun lama kelamaan, karena kegigihanku meminta, akhirnya mereka mau juga membacanya. Setelah membaca, mereka terdiam. Bahkan satu tanteku yakin, memang begitulah kenyataan dikapal itu. Bukan ayahku yang membunuh ibuku dan meninggalkan dia mati sendirian. Tapi memang ada permintaan ibu untuk menyelamatkan aku. Ibu sudah tidak kuasa hidup karena telah divonis dokter tidak bisa sembuh karena kanker paru-paru yang menggerogoti hingga tubuhnya kurus kering diakhir hayatnya.
Alhamdulillah, belakangan semua percaya bahwa papaku tidak berbohong soal kematian mamaku. Mereka semua percaya tulisan dari hati papaku itu tentang mamaku yang meninggal bersama kapal pesiar di Selat Karibia. Untuk itulah, maka mereka meminta agar aku menyimpan dengan baik memori papaku itu. Menyimpan dengan rapih catatan harian papaku. Yang mereka katakan sebagai catatan keramat yang sangat penting untuk diselamatkan sampai kapanpun.
Pada tanggal 14 Mei 2015 hari Kamis Pon, aku genap berumur 28 tahun. Namun pada umurku yang cukup tua itu aku belum memutuskan untuk menikah juga. Banyak pria yang mendekat, tapi aku belum terpikat. Aku masih ingin sendiri dan memohon restu dari ibuku dan ayahku. Tapi keduanya sudah meninggal dunia dan tidak ada lagi sandaran bagiku untuk meminta pendapat. Tidak ada lagi tempat ku bermanja untuk meminta saran, nasehat. Aku tidak tahu lelaki mana yang cocok untuk menjadi imamku.
“Nanti Mama dan Papa mu akan datang menemuimu, membawakan suami yang paling baik dan tepat untukmu,” kata Mamaku, masuk didalam mimpiku. Setelah sehari aku berulang tahun ke 28. Yaitu pada Hari Jumat Wage, 15 Mei 2015. Ibuku datang dalam mimpiku yang menggambarkan bahwa dia akan datang bersama ayahku membawa pria tampan, pria yang baik hati dan akan menyayangi seumur hidup. Karena mimpi itu seperti nyata, maka besoknya aku datang ke Kyai Haji Mustofa hakim, guru spiritualu, seorang berilmu tinggi. Ahli tafsir mimpi yang tiada duanya didaerah kami.
“Mimpi itu bukan mimpi biasa, tapi petunjuk. Ibu dan ayahmu akan datang pada suatu hari. Mereka benar-benar akan membawakan mu suami. Dan, jika sudah ada pria itu, maka ketika dia melamarmu, terimalah.” kata Kyai Haji Mustofa Hakim, kepadaku. Tapi walau Kyai mengatakan begitu, namun aku masih sulit percaya. Bagaimana bisa ibu dan ayahku sudah meninggal datang lagi kepadaku. Bahkan membawakan pria yang akan menjadi suamiku. Apa iya sih? Batunku.
Pada hari Kamis Kliwon, 24 Mei 2015 tengah malam, rumah ku diketuk. Aku yang sedang mengetik dikomputer segera bangkit dan membukakan pintu. Dengan jantung berdetak hebat, aku melongo le luar, ke halaman yang diterangi lampu taman.tidak ada orang yang terlihat. Hanya dua ekor kucing warna putih dan hitam berdiri di pagar rumah warisan ayahku. Kucing berekor panjang warna hitam dan kucing berekor pendek warna putih. Kucing putih itu kucing perempuan dan kucing hitam itu adalah kicing lelaki.
“Kucing siapa itu?” pikirku. Soalnya selama ini aku belum pernah melihat kucing itu. Lagi pula, kucing itu bagus sekali, bersih dan menatap kepadaku. Dengan gumaman lembut, seperti gumaman manusia yang mengisyaratkan sesuatu kepadaku. Dengan keberanian yang tersisa sedikit, aku keluar pintu dan mendekati dua kucing yang sedang duduk itu. Dengan kasih sayang penuhdari sanubariku terdalam. Tidak berapa lama, bau harum bunga menyengat hidungku. Bua melati yang beraroma segar dan indah sekali dirasakan.
“Kalian dari mana dan mengapa kalian ke rumahku?” tanyaku, kepada kucing itu.
Setelah aku bertanya begitu dan mencium bau melati, aku tak sadarkan diri. Mungkin aku pingsan lalu masuk ke alam gaib. Disitulah aku melihat kucing berubah bentuk menjadi dua manusia, pria dan wanita. Dan, arkian, ternyata itulah ayahku dan ibuku. Dua orang yang telah membuatku hadir ke bumi ini dan menyayangi sepenuh hati.
Bahkan ibuku mengorbankan dirinya tenggelam di kapal, demi untuk tujuan mati, agar ayahku dapat hidup dan membesarkanku. Cita-citanya itu tercapai dan disampaikannya didalam pertemuan denganku malam itu. Dalam pingsanku, ibu menunjukkan seorang pria masih sepupu denganku. Pria benama Andika, anak tante Malyati, kakak kandung ayahku.
Aku melihat mama dan papaku secara utuh. Aku melihat betapa tampannya papaku dan cantiknya mamaku di pertemuan itu. Namun sayang, perjumpaan di alam gaib itu tidak lama, dimana setelah itu aku tersadar dan aku tertidur di halaman rumahku dengan pintu utama yang terbuka.
Tiga hari setelah itu, Andika benar-benar datang bersama Tante mal dan Om Hernadi. Mereka melamarku dan aku langsung menerima. Beberapa saat lagi, setelah lebaran 2015 ini, rencana pernikahan disusun berikut pesta resepsi akan segera dibuat.
Ibuku menjodohkan aku dari alam gaib, menunjuk ponakan papaku sebagai jodohku. Dan aku ikhlas, ridho menerima Andika sebagai suami. Lalu aku putuskan untuk menolak beberapa pria yang berusaha mendekat dan menyatakan cinta mereka kepadaku. (Kisah pribadi lolita yang dicatat Tia Aweni D Paramitha untuk Misteri)
Pelet Bulu Perindu
Pelet Dari Jarak Jauh Nan Ampuh
Gebetan Anda Kembali Rindu Lagi, Tanpa ritual
Klik di sini
Pesan WhatsApp: 62895-35644-0040 Bersponsor
Pelet Dari Jarak Jauh Nan Ampuh
Gebetan Anda Kembali Rindu Lagi, Tanpa ritual
Klik di sini
Pesan WhatsApp: 62895-35644-0040 Bersponsor
>