ARISAN MAUT
Oleh Yon Bayu Wahyono
Kisah sebelumnya....
“Kita harus segela pulang. Simbah harus ditolong,” desak Yanto. “Mbah Rijah ada disini?”
“Apa?! Sahut Yanto kaget. “Iya, arwah Mbah Rijah ada di sini. Ada juga arwah lain. Tetapi aku tidak bisa melihatnya, hanya bisa merasakan kehadiran mereka...” Kamu... Kamu bisa... Bisa tahu arwah Mbah Rijah?” tanya Yanto gagap.
BAGIAN ENAMBELAS
Yuni tidak menjawab. Dia justru memejamkan mata. Sesaat kemudian kelopak matanya terbuka dan buru-buru duduk di motornya dan menyuruh Yanto agar segera menjalankannya.
“Kita harus menolong Mbah Rijah. Kasiha dia, arwahnya jadi rebutan, “cerocos Yuni. Yanto ingin protes, tepatnya bertanya. Tetapi ia tidak punya waktu lagi. Menyadari bahwa mereka tengah ditunggu dirumah, membuat Yanto langsung melarikan motornya dengan kecapatan tinggi. Tidak beberapa lama mereka tiba dirumah yang kini sudah dipenuhi pelayat. Bukan, bukan pelayat tetapi orang-orang yang ingin tahu kebenaran tentang Mbah Rijah yang sudah meninggal namun hidup lagi. Rupanya berita itu sudah menyebar kemana-mana.
“mungkin tadinya belum meninggal, hanya pingsan saja,” celetuk seseorang ketika Yuni tiba didepan rumah Mbah Rijah.
“Iya masa ada orang yang sudah mati hidup lagi,” timpal yang lainnya tak percaya.
“Tanyain saja, berapa nomor togel yang akan keluar hari ini. “ serobot rakannya dengan nada serus. Namun bagi sebagian, kalimat yang diucapkannya itu disangka gurauan sehingga menimbulkan tawa meski tertahan.
“Sttt... Guraunya jangan kelewatan,” tegur rekan lainnya. Seketika suasana kembali berbisik-bisik dengan oarang disebelahnya. Mungkin mereka berpikir tengah menonton oertunjukan sulap, bukan melayat orang yang meninggal dunia.
Padahal bau minyak japaron dan wangi bunga tujuh rupa begitu menyengat. Dari dalam rumah juga terdengar isak tangis yang sangat menyayat.
Begitu sampai Yanto langsung menerobos kerumunan orang didepan pintu sambil menggandeng tangan Yuni. Bangku-bangku yang disediakan di bawah tenda beratap terpal milik mushola, tidak lagi berisi. Semua berjejal ingin melihat sosok Mbah Rijah. Padahal saai itu Mbah Rijah sudah kembali dibaringkan di kamar setelah kain mori yang tadi sempat dikenakannya dilepas.
“Mana simbah? Tanya Yanto.
“Di kamar,” sahut beberapa orang secara serempak.
Yanto alngsung menuju kamar diikuti Yuni. Yanto terpaku beberapa saat didepan pintu. Diatas tempat tidur yang kini terang karena sebagian dinding kayunya dibuka, tampak Mbah Rijah terbaring kaku. Yanto sanksi apakah benar simbah hidup lagi. Ia berjalan mendekati dan dengan gemetar memegang tangan Mbah Rijah. Dingin sekali.
“Tadi sempat menanyakan kamu dan Yuni,: ujar Bu Rat ketika melihat Yanto ragu-ragu. Yanto berpaling dan menatap lurus wajah yuni. Tidak ada ekspresi disana. Hanya bibir Yuni yang bergerak-gerak seperti tengah berbicara dengan seseorang.
“Kita harus membongkar kuburan Mbah Ivony,” celetuk Yuni.
Yanto kian tidak paham dengan tingkah Yuni, saat ini semua orang tengah fokus pada Mbah Rijah, namun Yuni justru meributkan makam Ivony.
“Arisan itu memang arisan maut, mengundi karyawan untuk dijadikan tumbal. Itu semua atas saran Mbah Ivony..” sambut Yuni
Omongan mu kian melantur,” gumam Yanto. Mungkin Yuni belum sepenuhnya pulih, pikirnya. “mana mungkin pihak manajemen pabrik menjadikan karyawannya sebagai tumbal.
“Aku pun tidak percaya. Itu sebabnya kita harus membongkar dan memindahkan makam Ivony dari kolong tempat tidur Mbah Rijah. Setelah itu baru kita akan tahu apakah para karyawan dijadikan tumbal atau memang ada tujuan lain dari para penghuni alam gaib di sekitar pabrik. Aku harus menuntaskan mistri ini...”
Tapi sekarang kita tengah kebingungan dengan kondisi simbah. Kok kamu malah meributkan soal arisan pabrik, “ sentak Yanto tersinggung. Nadanya menggelegar karena luapan emosi yang tadi sempat tertahan. “Sejak kedatanganmu aku memang sudah curiga. Kamu hanya mementingkan pabrik dari pada keselamatan simbah..”
“Jika makam Mba Ivony tidak dibongkar dan dipindahkan, maka kondisi Mbah Rijah tetap akan begini karena arwahnya ditahan sama Mba Ivony dan kawan-kawannya,” terang Yuni seakan tidak peduli dengan caci-maki Yanto.
“Tidak, aku tidak setuju!” tegas Yanto.
“Berarti kamu memang yang menghendaki terjadinya semua kekacauan ini. Kamu bersekongkol dengan Pak Mardi!” tuding Yuni dengan mata melotot.
Tiba-tiba Yanto menyeringai. Mulutnya mendesis. Terdengar bunyi gemeretak dari gigi Yanto yang saling beradu. Bola matanya berputar-putar seperti hendak meloncat dari sarangnya. Semua orang yang ada dalam kamar itu berusaha menjauh. Namun Yuni tetap berdiri ditempatnya. Tak ada sedikitpun rasa takut diwajahnya yang pucat.
“Kamu memang mengganggu kesenangan kami!” desis Yanto.
Semua yang emndengar kalimat yang baru keluar dari mulut Yanto sontak terkejut.
Itu bukan suara Yanto. Lebih mirip suara perempuan. Meski terlihat sangat marah, namun tidak ada tanda-tanda Yanto akan menyerang Yuni.
“Enyahlah kamu dari sini!” kembali Yanto mendesis. Tubuhnya bergetar hebat. Namun Yuni tetap bergeming.
“Yanto kesurupan ... Yanto kesurupan ...! Terdengar teriakan beberapa orang pelayt.
“Kamu pasti temannya Mba Ivony. Kamu peserta arisan di rumah Ivony yang tewas diperkosa dan ditempak tentara Jepang,” kata Yuni lirih/
“Apa pedulimu? Mengapa kamu mengganggu kesenangan kami?!’ sahut Yanto.
“Mengapa? Mestinya saya yang tanya mengapa kamu membunuh teman-teman saya?” ujar Yuni mulai terisak.
Tiba-tiba Yanto tertawa, keras sekali. Tawa perempuan yang tengah kegirangan. Beberapa orang yang tadi dihubungi segera masuk ke kamar dan langsung memegangi Yanto. Namun mereka hampir terlempar Karena Yanto menolak dibawa keluar kamar. Tiga orang laki-laki berbadan kekar yang datang belakangan berhasil mengunci tubuh Yanto dan menggotongnya ke depan. Yuni mengikutinya tanpa suara. Di situ Ustad Haryono sudah menunggu. Dengan dibacakan beberapa amalan, tubuh Yanto langsung terkulai. Setelah diberi minum, Yanto lantas duduk di tepi bangku tanpa bicara.
“Mestinya jangan langsung disadarkan,” celetuk yuni.
Sebenarnya ada apa ini?” tanya Ustad Haryono.
Sekilas Yuni menceritakan peristiwa itu. Meski tidak lengkap, namun Usdat Haryono bisa memahaminya. Iapun mendukung rencana Yuni untuk membongkar makam di bawah tempat tidur Mbah Rijah.
“Tapi bagaimana kita memastikan kondisi Mbah Rijah? Bagaimana mengusir arwah Ivony dari tubuh Mbah Rijah?”
“Maksud mba ini bagaimana?”
‘Sebenarnya Mbah Rijah sudah meninggal dunia. Tapi raganya dimasukin arwah Ivony..”
“Coba saya lihat...” potong Ustad Haryono sambil menuju ke kamar Mbah Rijah diikuti Yuni dan Yanto. Ia memegang tangannya kemudian menyuruh beberapa orang untuk menggotong tubuh Mbah Rijah ke ruang depan Yanto tadi dibaringkan.
“Kita akan Yasin-kan agar jalan Mbah Rijah menuju alam kelanggengan dimudahkan,” kata Ustad Haryono. “Sementara beberapa orang silahkan menggali kuburan dibawah tempat tidur Mbah Rijah. Boleh kan kita gali disini?”
Ditanya mendadak, Yanto yang belum sepenuhnya pulih kondisinya hanya mengangguk pasrah. “Saya masih bingung,” katanya.
Dengan sigap beberapa orang melaksanakan perintah ustad Haryono. Menjelang Maghrib, makam dibawah tempat tidur Mbah Rijah selesai dibongkar. Namun tidak ditemukan apa-apa disitu kecuali rambut dan sisa tulang-belulang dalam potongan kecil-kecil. Mereka mengumpulkan rambut dan tulang-belulang itu dan memasukkannya dalam karung.
:Buatkan peti kecil saja untuk mengubur kembali sisa jasadnya,” perintah Ustad Haryono. “Malam ini juga kita serahkan ke gereja untuk diurus dan dikubur oleh mereka sesuai keyakinan almarhum.”
“Bagaimana dengan Mbah Rijah?” tanya Yuni.
“Alhamdulillah arwahnya sudah tenang,” jawab Ustad Haryono.
“Kapan jenasah Mbah Rijah akan dikuburkan, Pak Ustad?”
“Menurut keluarganya tadi, besok. Meski sebaiknya dikuburkan secepatnya, namun karena masih ada keluarga yang sangsi dengan kematian Mbah Rijah...”
“Sangsi?”
“Mereka kuatir Mbah Rijah hidup lagi setelah dikubur...”
Bulu kuduk Yuni spontan merinding. Buru-buru Yuni keluar dari rumah Mbah Rijah.
“Mau kemana?” tegur Yanto.
“Saya pulang dulu. Besok saya ke sini lagi,” sahut Yuni tanpa menoleh. Ia tidak peduli tatapan sinis beberapa anggota keluarga Mbah Rijah.
“Ayo aku antar pulang,” kata Yanto tiba-tiba.
“Kamu disini?”
“Iya, tadi bolos kerja. Aku menunggu disini sejak sore,” ujarnya.
Yuni naik keboncengan motor Yanto. Tiba dikontrakan. Yanto langsung pulang. Yuni pun tidak bisa mencegahnya. Lagi pula ia sudah ingin beristirahat. Serangkaian peristiwa hari ini bukan hanya melelahkan fisiknya, namun juga jiwanya.
Yuni masuk dengan terburu-buru. Ia menyalakan lamou dan mengunci pintunya dari dalam. Bergegas ia menuju kamar yang gelap karena lampunya masih mati. Yuni menekan saklar disisi pintu kamar dan...
“Han..hantuuuuuu...!” jerit Yuni sekuat tenaga.
Yuni terberbalik dan berlari kearah pintu depan. Terkunci tapi anak kuncinya tidak ada juga. Dimana aku tadi menaruh kuncinya? Pikir Yuni kalut.
“Ini kunci kamu...”
Yuni menoleh. Didepan kamar Ivony menunjukkan anak kunci yang dipegangnya.
“Tidak... Tidak...”kata Yuni tergagap.
“Tadi aku yang mencabut kuncinya karena ada sesuatu yang harus kita bicarakan.”
“Tidak mau... Saya sudah tidak mau ketemu Mba Ivony lagi. Saya.. Saya sudah tidak akan mengganggu kalian...”
“Kamu yang memulai sehinga kamu juga yang harus mengakhirinya. Aku pun ingin tenang dialamku. Jika tidak segera kita akhiri, akan lebih banyak lagi korban berjatuhan,” kata Ivony. Suaranya sangat serius. Tidak ada tanda-tanda bahwa Ivony makhluk gaib! Bahkan Yuni mengakui penampilan Ivony malam ini sangat cantik. Yuni baru sadar Ivony memakai topi lebar dari kain layaknya noni-noni jaman dulu seperti yang pernah dilihatnya dalam film-film.
“Mari kita duduk dikamar,” ajak Ivony ketika dilihatnya Yuni hanya diam terpaku di depan pintu.
“Tidak... Tidak... Kita bicara didini saja,” sahut Yuni gemetar. Kesadaran jika tulang-belulang jasad ivony saat ini masih disemayamkan di gereja, membuat Yuni ketakutan. BERSAMBUNG.
Pelet Bulu Perindu
Pelet Dari Jarak Jauh Nan Ampuh
Gebetan Anda Kembali Rindu Lagi, Tanpa ritual
Klik di sini
Pesan WhatsApp: 62895-35644-0040 Bersponsor
Pelet Dari Jarak Jauh Nan Ampuh
Gebetan Anda Kembali Rindu Lagi, Tanpa ritual
Klik di sini
Pesan WhatsApp: 62895-35644-0040 Bersponsor
>