Menelusuri Alam Mistik Gunung Pesagi

MENELUSURI ALAM MISTIK GUNUNG PESAGI DI LAMPUNG BARAT

Oleh : Deni Setiawan
  Gunung Persegi, memiliki ketinggian sekitar 2.262 meter diatas permukaan laut (dpl) yang menjadikannya sebagai gunung tertinggi di Provinsi Lampung. Konon di kaki gunung ini dipercaya sebagai lokasi kerajaan Sekala Brak yang merupakan awal mula keturunan suku Lampung. Gunung Persegi memilki keindahan alam yang masih sangat asri dan alami , tentunya akan menjadi hal yang menarik untuk dijelajahi.

Gunung  pesagi termasuk dalam wilayah Kecamatan Balik Bukit, Liwa, Kabupaten Lampung Barat , untuk mencapainya para pendaki dapat mengunakan bus jurusan Liwa yang bisa kita temukan di terminal Rajabasa, Bandar Lampung. Tarifnya sekitar Rp 40.000– Rp 50.000 per-orang dengan memakan waktu tempuh perjalanan sekitar delapan jam.
Setibany di Liwa, kita dapat turun di Simpang Penataran dan dilanjutkan menuju Desa Bah Way, yang merupakan desa terdekat untuk memulai pendakian.  Untuk menuju ujung aspal Desa Bah Way, kita dapat mengunakan angkot dari Simpang Penataran yang dapat memakan waktu sekitar 20 menit. Kita dapat pula menyewa angkot yang ada disana, biasanya sopir angkot mematok sekitar Rp 150.000 untuk perjalanan antar jemput.

Terdapat tiga buah jalur yang bisa kita tempuh untuk menuju puncak gunung pesagi. Dua diantaranya merupakan jalur resmi yaitu jalur dari Pekon (desa) Bahway dan Pekon Hujung. Sedangkan satu lagi yaitu jalur patah hati yang biasanya dingunakan untuk lomba kebut gunung. Jalur pendakian standar yang biasa digunakan adalah jalur desa Bahway yang membutuhkan waktu tempuh sekitar 6-7 jam pendakian. Sedangkan jika melalui jalur Pekon Hujung dapat ditempuh dalam waktu sekitar 4-5 jam pendakian.

Mendaki melalui jalur desa Bahway kita akan melalui jalur yang cukup menantang. Perjalanan dari desa menuju Pintu Rimba dapat ditempuh dalam waktu sekitar 1,5 jam. Pintu rimba merupakan batas antara lahan perkebunan penduduk dengan hutan. Selama dalam perjalanan kita akan melintasi perumahan dan perkebunan kopi milik penduduk setempat,
Setiba di Pintu Rimba, selanjutnya perjalanan akan menuju daerah yang diberi nama Pos Gisting yang dapat ditempuh dalam waktu sekitar 2,5 jam pendakian. Medan yang dilalui cukup menanjak dengan vegetasi berupa hutan yang rapat. Pada pos ini terdapat sumber air yang bisa kita temukan sekitar 20 meter kebawah. Sumber air ini tertampung dalam cerukan batu yang tidak pernah kering walaupun saat musin kemarau.

Dari Pos Gisting selanjutnya pendakian akan menuju ke Penyambungan yang dapat ditempuh dalam waktu sekitar satu jam. Medan yang dilalui berupa tanjakan terjal yang akan membawa kita menuju batu pipih. Sesuai dengan namanya, batu ini berbentuk pipih dengan ukuran cukup lebar yang jarak antar batunya saling berdekatan sehingga cukup nyaman untuk bersantai. Panorama alam yang disajikan dari sini pun cukup indah karena memang merupakan lokasi yang terbuka.
Selepas batu pipih anda akan melalui jalur bebatuan yang tersusun bertingkat dan sambung–menyambung menjadi satu. Lokasi inilah yang disebut Penyambungan atau juga biasa dikenal dengan nama  Jembatan Sirotol Mustaqim karena disisi kiri dan kanannya merupakan jurang yang cukup curam.

Dari Penyambungan selanjutnya pendakian akan menuju puncak Gunung Pesagi yang dapat di tempuh dalam waktu sekitar satu jam perjalanan lagi. Medan yang dilalui cukup landai dengan vegetasi berupa hutan lumut yang lembab, Puncak Gunung Pesagi di tandai dengan adanya lahan datar dengan sebuah batu berdiri yang merupakan tugu perbatasan wilayah kekuasaan jaman Belanda dahulu. Selain itu pula terdapat sebuah musholla dan pondokan yang bisa digunakan para pendaki untuk bermalam.

Selain menyaksikan keindahan alam dari kejauhan, banyak lagi pemandangan yang dijumpai di Puncak Pesagi. Diantaranya tugu peningalan Belanda, yang merupakan tanda batas wilayah kekuasaan Belanda kala itu, juga suber mata air Sumur Tujuh yang terletak ± 20 mete turun sedikit di dari Puncak Pesagi.
Menurut cerita rakyat hanya orang beruntung yang dapat menemui dan mengambil air disumur tujuh ini bagi yang tidak beruntung sumur tujuh ini akan kering dan tidak terdapat air, satu lagi adalah Pancuran Mas, sumber mata air yang tidak pernah kering tapi sukup sulit mencapainya karena terjalnya dan curamnya jalur, butuh waktu 30 menit pulang pergi dari puncak untuk mencapai Pancuran Mas. Waktu tempuh 1 jam perjalanan standar.
Gunung Pesagi merupakan gunung tertinggi di provinsi Lampung. Pemandangan yang bisa kita nikmati dari atas sagatlah indah, sepertinya akan cukup untuk membayar semua lelah yang dirasakan.

PEGALAMAN MISTERI DI GUNUNG PERSAGI
Ketika di SMA, Mahendra mengikuti organisasi Pecinta Alam, dimana kegiatan rutinnya, yaitu mendaki tiga gunung yang ada di Lampung setiap tahunnya sebagai kegiatan utama wajib bagi setia peserta. Salah satunya yang menjadi tujuan rutin mereka adalah Gunung Persegi yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Balik Bukit, Liwa, Kabupaten Lampung Barat. Gunung tersebut merupakan salah satu tempat yang paling angker di Lampung, karena memang masih banyak hutan alami yang belum terjamah oleh manusia sebelumnya di gunung ini.

Satu hal yang paling unik di gunung ini yaitu adanya sebuah jalur yang akan membuat orang yang melaluinya akan hilang selama-lamanya (pengakuan warga sekitar) yang disebut Sukma Hilang, sehingga pada jalur pendakian diberi tanda oleh para pendaki gunung agar tidak dilalui oleh pendaki gunung lainnya.
Satu hal yang juga termasuk mistis di Gunung Persegi, yaitu adanya sebuah mantra yang digunakan oleh warga sekitar jika diganggu makhluk gaib di gunung yang bunyinya “temon panin panyu bedul nyonte”. Para peserta diwajibkan menghafal mantera itu selama perjalanan ke basecamp di puncak gunung agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Mahendra sudah sering sekali mendaki Gunung Persegi dan tidak jarang ia sering merasakan suara-suara gaib makhluk halus di hutan. Bahkan makhluk-makhluk itu juga sering melempari Mahendra dengan kerikil atau ranting pohon, namun setelah ia menghafal mantera “temon panin panyu bedul nyonte”, gangguan tersebut hilang sesaat meski selanjutnya akan muncul lagi.
Ada lagi pengalaman Mahendra yang paling mengesankan terjadi di Gunung persegi. Sekitar bulan April 2012, saat mereka semua telah selesai melakukan kegiatan pelatihan peserta di puncak gunung, mereka dibagi dalam beberapa rombongan untuk kembali ke bawah gunung. Karena rombongan Mahendra dipimpin oleh seorang pembina yang sudah cukup berpengalaman dan sering mendaki gunung tersebut, maka mereka mempercayai sang pembina mereka itu untuk menuntun arah mereka. Setelah beberapa saat mereka tiba dihutan, Mahendra merasakan bahwa jalur yang mereka lalui berbeda dengan jalur pada saat mereka mendaki sebelumnya dan Mahendra serta beberapa temanya juga merasakan perasaaan yang kurang enak selama melintas hutan yang vikip luas tersebut.

Setelah beberapa lama mereka berjalan melintasi hutan, mereka menemukan jalan setapak menuju jalan besar dan... mereka menemukan hutan kopi itu kembali, merka terus menempuh hutan kopi dan merasa jalan mereka lalui sama jauhnya dengan hutan yang mereka lalui sebelumnya. Setelah melalui hutan itu mereka masuk ke jalur yang disekitarnya terhampar perkebunan kopi Disanalah mereka berhenti sejenak untuk memastikan bahwa mereka tidak mengambil jalur yang salah.

Setelah mereka melanjutkan perjalanan, ternyata mereka menemukan hutan kopi kembali, dan mereka mulai menyadari bahwa mereka telah melalui jalur yang sama dari awal kembali, karena Mahendra selalu memperhatikan sebuah pohon karet yang sangat besar dan ada sarang burung diatasnya. Tepat tiga pohon terdekat jalur masuk sebagai petunjuk kalau mereka sejak tadi hanya berputar–putar di tempat yang sama.
Mereka mulai tampak gelisah dan seorang wanita dari kelompok itu mulai menangis tanpa sebab. Tak jauh dari tempat mereka berhenti, mereka melihat seorang lelaki tua sedang megunduh kopi. Mereka pun segera saja menghampiri lelaki itu dan bertanya jalan keluar kejalan raya. Lelaki itu hanya menyuruh Mahendra dan teman-temannya untuk berjalan tanpa menoleh sedikitpun kearah belakang.

Setelah melanjutkan perjalanan, seperti apa yang sudah mereka duga, Mahendra dan teman–temanya kembali menemukan jalur dengan hutan kopi yang sama. Tapi mereka mencoba menyusuri jalur tersebut sekali lagi dan akhirnya mereka tiba di hutan kopi yang sama seperti sebelumnya kembali. Mahendra dan teman-temannya, yang saat itu sudah sangat kelelahan mencoba berhenti sejenak. Slanjutnya mereka beramai-ramai melafalkan mantera khas di gunung tersebut “temon panin panyu bedul nyonte” berkali-kali dan tak lupa mereka juga berdoa menurut kepercayaan masing-masing.

Setelah berdoa, Mahendra seperti mendapat tenaga tambahan untuk melanjutkan perjalanan dan iapun sempat melihat cahaya matahari yang sangat terang menembus ujung horizontal hutan kopu tersebut, dimana sebelumnya tidak tampak cahaya tersebut. Setelah mengumpulkan cukup tenaga, Mahendra dan teman-temannya kembali melanjutkan perjalanan sambil terus berdoa sepanjang perjalanan, hingga akhirnya mereka menemukan suara motor dan menemukan jalan keluar dari hutan kopi tersebut.
Begitu tiba jalan berbatu, meraka tidak menemukan rombongan lain yang telah tiba terlebih dahulu, padahal mereka merasa sudah menghabiskan waktu berjam–jam didalam hutan, yang mereka rasakan sebagai area Sukma Hilang tersebut. Saat Mahendra melirik jam dipergelangan tanganya, ternyata mereka baru menghabiskan waktu sekitar 3 jam di dalam hutan tersebut. Padahal mereka merasa sudah hampir 7 jam berada di dalam hutan Gunung Persagi yang mengerikan itu.

ARSITEKTUR TRADISIONAL SEKALA BRAK LAMPUNG BARAT
Rumah–rumah tradisional Lampung Barat adalah rumah panggung, yaitu rumah yang terbuat dari kayu yang dibawahnya sengaja dikosongkan sebagai tempat penyimpanan ternak dan hasil panen. Pada umumnya rumah–rumah tradisonal ini telah berumur puluhan tahun bahkan ratusan tahun.

Bentuk rumah-rumah tradisonal tersebut bisa kita jumpai di perkampungan–perkampungan di Kecamatan Belalau (Hujang, Kenali, Turgak, Luas) di Kecamatan Belalau (Kotabesi, Canggu, Pekon Balak, Negeri Ratu, Sukabumi) dan di Kecamatan Balik Bukit (Kota Agung, Empulau Ulu). Sebagaimana di daerah lain, di Lampung rumah-rumah tradisional ini mempunyai beberapa bentuk yang disesuaikan dengan kedudukan dan status si pemilik, seperti Gedung Dalom sebutan keraton/ istana bagi seorang Suttan/ Sultan/ Raja/ Saibatin. Saibatin adalah pemilik Adat dan Masyarakat Adatnya, pemilik wilayah dan halulayatnya. Di Kerjaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Lampung, yang secara administratif masuk dalam wilayah Pemerintahan Kabupaten Lampung Barat, setiap rumah Pimpinan Jukku, Kebu, Sumbai, setiap rumah nya mempunyai nama yang diberikan langsung oleh Saibatin Raja Adat.

Tempat - tempat Bersejarah Di Lampung Barat
Lampung Barat (Lambar). Menyimpan begitu banyak peningalan nenek moyang dari zaman prasejarah, kerajaan, hingga masa perjuangan kemerdekaan. Beberapa peninggalan seperti patung, pahatan bercorak megalitikum tang tersebar di sekitar Pura Wiwitan, Sumberjaya, Kenali, Batubrak, Liwa, dan Sukau. Peninggalan ini adalah artefak yang menceritakan asal muasal orang Lampung.
Kawasan ini merupakan wilayah pengaruh Kerajaan Skalabrak yang bertahta di lereng Gunung Persegi. Saat itu ada yang menyebut, Kerajaan Skalabrak berdiri 250–1600 Masehi, hingga masuknya agama Budha, masyarakat yang menetap di Kawasan Lampung Barat adalah suku Tumi. Masyarakat ini menyembah pohon besar bernama melasa kepapang. Pohon ini berbatang pohon nangka, dahannya dari jenis kayu sebukau. Dari cerita turun-temurun, getah dahan melasa kepapang bisa menimbulkan penyakit kulit. Obatnya hanya getah batang nangka itu.

Dari Skalabrak ini, cerita ini diterima warga cerita turun-temurun, masyarakat Lampung tersiar ke segenap penjuru mengikuti aliran Sungai Komering, Semangka, Sekampung, Seputih, Tulangbawang, Way Umpu, Way Rarem dan Way Besai. Ahli purbakala Dr.Fn. Fune dari Jerman, dan sejumlah peneliti lain menyatakan Skalabrak adalah daerah asal orang Lampung. Islam masuk Skalabrak lewat empat umpu yang bernama Belunguh (Buay Belunguh di Tanjungmenang, Kenali), Umpu pernong (Buay Pernong di Hanibung), Umpu Bejalan (Buay Bejalan di Puncak Dalam), dan Umpu Nyerupa (Buay Nyerupa di Tapak Siring).
Pohon melasa kepapang kemudian ditebang Paksi Pak Skalabrak (keempat empuitu). Pohon itu lalu dibuat pepadun, yakni perangkat adat yang menyerupai singgasana. Dari sinilah tradisi adat Cakak Pepadun bermula, seperti berkembang di Abung, Waykanan, Sungkai, dan Pubian.

Batu Kepapang
Satu peninggalan prasejarah adalah Batu Kepapang. Situs ini terletak di Pekon Kenali, Kecamatan Belalau. Meskipun tidak ada plang nama, tidak sulit menuju petilasan ini. Asalkan bertanya pada warga sekitar, kita dengan mudah menjangkau lokasi Batu Kepapang.
Situs ini berada di belakang SDN 1 Kenali. Pagar semen mengelilingi areal situs yang ditumbuhi tanaman coklat, pisang, dan berbagai tanaman kebun. Situs ini terletak di tanah penyimbang (sai batin dalam bahasa setempat). Satu-satunya penjelas kalau situs ini peninggalan purbakala hanyalah sebuah marmer bertuliskan ‘’Situs Batu Ketapang’’ yang ditandatanggani Gubernur Lampung Sjachroedin Z.P. Marmer ini ditempel dipagar tembok yang baru di buat. Menurut warga, situs ini nyaris terbengkalai. Baru di pangar setelah diberi bantuan Gubernur Rp 5 juta. Di sekeliling Batu Kepapang, tertutup tanaman, terlihat sembilan batu besar.
‘Mmasih ada sembilan batu lagi yang belum digali. Batu–batu itu tempat duduk para petinggi kerajaan Skalabrak,’’ ujar Haidar Hadi H.S., tokoh masyarakat Kenali.

Ada dua riwayat Batu Ketapang. Pertama, cerita yang menyatakan kalau situs ini peninggalan masyarakat Tumi, yang merupakan nenek moyang orang Lampung yang tinggal di Kerajaan Skalabrak.
‘’Batu Ketapang itu tempat menyembelih orang–orang terpilih, terutama gadis–gadis cantik. Ketika itu masyarakat belum mengenal agama, jadi mereka masih animisme,” kata Haidar.
Gadis yang menjadi persembahan itu adalah yang tercantik di Skalabrak.
“Daging gadis korban dimakan masyarakat. Harapannya, seluruh masyarakat Skalabrak memiliki sifat dan kecantikan yang sama,” jelas Haidar.
Kisah ke dua, Batu Kepapang digunakan pada zaman kemerdekaan untuk mengadili atau memotong orang–orang, Namun, kisah ini tidak begitu dikenal masyarakat. Masih diragukan kebenaranya.    

BEGUK SAKTI
Tidak jauh dari Batu Kepapang, terdapat tempat keramat yang oleh masyarakat disebut Beguk Sakti, bahasa setempat menyebutnya “Begukh”. Tempat keramat ini berada di rumah kayu kecil.
Dibangun bercat putih ini terdapat ranjang besi, tanpa papan atau kasur. Dibawahnya terdapat batu–batu menhir tersusun. Disinilah makam si Beguk Sakti. Warga yakin Beguk Sakti adalah paglima perang di Krui. Ia memiliki nama asli M. Syarifudin. Kisahnya, sang panglima bosan berperang. Dia meminta kepalanya dipenggal dengan sembilu yang terbuat dari bambu tanpa ruas. Lalu, kepala sang paglima di bawa pulang dan di makamkan di Kenali. Pemakaman ini oleh masyarakat tersebut keramat Beguk Sakti, Tubuh Beguk Sakti dimakamkan Krui, yang dikenal sebagai Keramat Slalau.

SITUS PURAJAYA
Wisata arkeologis bisa dilanjutkan ke Desa Purajaya di Kecamatan Sumberjaya. Dari Liwa, desa ini ditempuh sekitar 2 jam perjalanan.
Di Purajaya terdapat situs Megalitikum sangat luas, mencapai 2 hektarare. Disini terdapat batu–batu menhir dan dolmen peninggalan prasejarah abad ke-6. Benda–benda ini tersusun tegak lurus. Informasi yang dinyakini warga, batu–batu ini sebagai tempat pemujaan para dewa, dan juga sebagai tempat persembahan korban berupa gadis cantik.

SISI BUAY PERNONG
Sebelum sampai Liwa, tepatnya di Way Pernong, berdiri rumah adat yang indah. Rumah ini terletak disisi sebelah kanan jalan menuju Liwa. Rumah adat ini diemiliki keturunan Buay Pernong. Sebagai rumah adat ini masih asli, beberapa bagian yang direnovasi karena rusak saat gempa bumi yang terjadi pada tahun 1993 silam. Di sini terdapat meriam besar buatan zaman Belanda yang berasal sari Krui. Selain itu, banyak benda kuno seperti lemari dan kursi.

Di belakangrumah adat ini terdapat makam Raja Selalau ketiga dan penerusnya. Di atas batu-batu yang menutupi makam, terdapat pula berbagai tanda berbentuk seperti binatang atau lambang tertentu.
Selain makam Raja Selalau, di dekat areal makam juga terdapat semacam bentengtanah berbentuk parit sedalam 1,5-3 meter. Benteng ini mengingatkan kita pada benteng parit yang tersusun Pugungraharjo. Sayangnya, benteng parit ini belum dipugar instansi terkait atau diteliti lebih lanjut.

BATU PUTRI 
Di Kenali juga terdapat situs yang disebut Batu Sepadu atau Batu Putri. Menuju situs ini harus melewati jalan kecil beraspal, dengan turunan dan tanjakan yang lumayan curam.
Sebuah rumah panggung kecil dari kayu berdiri di perkebuanan. Di bawahnya terdapat sebuah batu seperti perempuan berambut panjang sedang duduk. Pagar tembok mengelilingi batu ini. Di situs ini ada jamur yang menempel di batu. Warga yakin, jika ditempelkan di kulit, jamur ini langsung menjadi panu, yang obatnya ada di salah satu batang pohon di lokasi ini.

Menurut Mawardi, tokoh pemuda Kenali, Batu Sepadu ini dulunya seorang putri. Dengan janji akan memberi imbalan, sang putri meminta seseorang memindahkan air dari Way Besohan di Krui ke Kenali. Ternyata, setelah air di pindahkan, putri itu ingkar janji. Lalu, dia di kutuk menjadi batu. Didalam rumah kayu itu terdapat kursi, meja, ranjang, besi lengkap dengan kasur-bantal, dan dua kayu yang sangat tua. Kayu hitam ini terdapat pahatan motif–motif.

SITUS MEGALITIK BATU BERAK
Pekon Purawiwitan merupakan salah satu desa dari Kecamatan Kebon Tebu, Kabupaten Lampung Barat. Pekon Purawiwitan atau desa Wiwitan ini memiliki beberapa potensi yang bila digali tentu akan mendatangkan banyak manfaat. Salah satunya dibidang pariwisata, desa ini memiliki suatu situs peninggalan sejarah pada masa lampau. Yang mana diketahui merupakan salah satu dari situs megalitikum, yaitu Batu Berak.

Situs Batu Nerak merupakan salah satu dari tujuh situs megalitik di Kecamatan Kebon Tebu Lampung Barat. Beberapa situs megalitik lain yang terdapat di Kecamatan Kebon Tebu ini antara lain:
1.    Batu Jagur
2.    Batu Temeng bertempat di Pekon Purajaya
3.    Batu Jaya bertempatkan di Muara Jaya 2
4.    Telaga Mukmin bertempatkan di Pekon Puramekar
5.    Cakung Dua atau Batu Bergores bertempatkan di Bungin
6.    Air Ringkih bertempatkan di Gunung Terang

Situs megalitik Batu Berak pertama kali ditemukan pada tahun 1951 oleh BRN (Badan Rekonstruksi Nasional). Penelitian pertama dimulai pada tahun 1980 oleh Prof.Dr. Aris Soekandar seorang arkeolog dari Jakarta. Komplek situs megalitik Batu Berak ini berada dibawah naungan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lampung yang berkerjasama dengan Badan Suaka Purbakala Banten.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa situs megalitik Batu Berak ini dahulu dipakai sebagai tampat pemujaan, bukan tempat pemakaman pada zaman animisme. Situs ini telah melalui pemugaran selama empat tahap, yang dimulai pada tahun 1984 hingga 1989. Pada tahun 1989, komplek situs megalitik Batu Berak ini mulai dibuka untuk umum baik wisatawan maupun untuk keperluan penelitian.  Terdapat beberapa jenis batu didalam kompleks situs Batu Berak ini, antara lain:
Batu Tegak. Berjumlah 40 buah, berbahan batu andesed, dan berfungsi sebagai tempat mengikat hewan kurban pasa waktu upacara keagamaan pada masa animisme.
Dolmen atau Meja. Berjumlah 38 buah, bahan batu moneled, dan berfungsi sebagai tempat menaruh sesajen pada waktu upacara keagamaan pada masa animisme.
Batu Datar. Berjumlah 3 buah, bahan dari batu ini masih dalam proses penelitian, sedangkan fungsi nya sama dengan dolmen.

Batu Umpak. Merupakan bongkahan batu kecil-kecil yang belum diketahui fungsinya.
Dari hasil pengalian disekitar komplek situs megalitik Batu Berak ditemukan beberapa benda, antara lain manik-manik, berbahan kecadan batu serta pecahan keramik.  Baik yang berasal dari lokal maupun asing. Situs BAtu Berak tidak jarang didatangi para warga lokal maupun luar desa. Situs ini memberikan suatu daya tarik tersendiri, dimana penempatan batu yang unik yang sedikit bersifat mistis, tetapi mempunyai nilai seni yang tinggi, membuat situs ini menjadi tempat yang ramai dijamah warga bila liburan tiba ataupun hari-hari libur.

Banyak pengunjung yang berdatangan dari dalam maupun luar desa, yang selalu tidak lupa mengabadikan kedatangan mereka dengan berfoto di dalam maupun luar kompleks situs tersebut. Situs Batu Berak kini dipelihara oleh warga desa sendiri, yaitu Pak Sapran. Dialah yang merupakam juru pelihara dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung.
Saat ditemui, Pak Sapran pun memberikan banyak informasi penting dari situs ini, dimana BAtu Berak ini terbuka untuk umum dan hingga kini, pengunjung tidak dikenakan tarif masuk. Meski begitu, jika kita melihat ke semua area kompleks situs Batu Berak ini, kebersihan hingga keasrian tetap terjaga.
Selain menjadi tempat wisata, situs Batu Berak juga menjadi tempat belajar terbuka bagi anak–anak yang diwilayah sekitarny. Mempelajari sejarah secara kangsung pada objek peninggalannya membuat para pelajar mampu lebih memahami bagaimana cara hidup nenek monyang kita dulu.

Pelet Bulu Perindu
Pelet Dari Jarak Jauh Nan Ampuh
Gebetan Anda Kembali Rindu Lagi, Tanpa ritual
Klik di sini
Pesan WhatsApp: 62895-35644-0040 Bersponsor -

>