Jokowi Penentu Jangka Ronggowarsito

JOKOWI PENENTU JANGKA RONGGOWARSITO
Oleh : Harryanto Honggo

Mencuatnya fenomena batu mulia di bumi pertiwi ini, bagi sejumlah spiritualis,merupakan pralambang (isyarat) yang memiliki makna filosofi khusus, sehingga sangat berpengaruh pada kondisi bangsa dan negara saat ini. Lalu benarkah Jokowi sebagai presiden Ke VII sebagai pembawa perubahan dan penentu jangka pujangga Ronggowarsito? Akankahkehidupan bangsa ini kembali ke zaman batu (titik nol) atau sebaliknya menjadi mulia di mata dunia? Berikut, hasil wawancara Misteri dengan sejumlah tokoh spritualis di Surakarta Hadiningrat



  Menurut Kanjeng Gusti Pangeran Haryo(KGPH) Pugar sebagai pewaris tahta Dinasti Kerajaan Mataram Islam, munculnya fenomena batu mulia (batu akik) saat ini sangat berpengaruh pada situasi bangsa dan negara. Hal ini merupakan isyarat alam dan pralambang ini juga telah tersurat dalam jangka (ramalan) Pujangga Kraton Surakarta, Ronggowarsito pada masa keemasan Paku Buwono (PB) IX.
Dalam jangka Ronggowarsito itu dijelaskan, setelah negara ini merdeka dan menjadi republik, keadaan bangsa dan negara inti ditentukan dari pemimpin (presiden) I hingga puncaknya terjadi pada pemerintahan ke VII. Artinya, bangsa dan negara ini akan menjadi mulia atau kembali ke titik nol lagi, tergantung dari pengelolaan dan penyelenggaraan negara di era pemerintah yang dipimpin oleh presiden yang ke VII. Sebab sejatinya, kata Puger, tanah pertiwi ini subur namun kenyataannya tidak makmur.
“Semua ini diawali dari era kepemimpinan sebelumnya sampai Jokowi, sebagai presiden ke VII,” ujarnya saat ditemui di Sasana Sewoko Kraton Surakarta Hadiningrat.

Jadi Jokowi sebagai presiden penentu kehancuran atau kemakmuran negara ini. Artinya, sesuai dengan perjalanan sejarah yang tidak bisa dipungkiri, sebelum negara ini merdeka dan menjadi republik, kata Puger, dulunya tanah- tanah di negara ini di kuasai raja-raja. Untuk itulah, pada saat itu Ir Soekarno dan PB X membuat perjanjian yang disepakati raja-raja se-nusantara untuk membentuk negara ini menjadi negara kesatuan republik Indonesia (NKRI) dengan ditandai dengan monumen kebangkitan nasional  yang berbentuk tugu lilin di Solo.

“Sejak itu Soekarno ditunjuk sebagai presiden pertama untuk memimpin bangsa dan negara ini,” katanya.
Nah, era sebelumnya, di Kraton Surakarta Hadiningrat ketika dikuasai PB IX yang memiliki pujangga yang terkenal kehebatanya, yaitu Ronggowarsito telah menciptakan jangka (ramalan) tentang kondisi dan situasi di republik ini perjalanannya bakal ditentukan pada presiden ke VII yang kini dipegang oleh Ir. Joko Widodo.
Maksudnya, jadi saat ini kesempatan bagi Jokowi, jika dia mampu bertahan , sehingga kepemimpinannya tidak goyang. Maka negari ini bakal menjadi makmur seterusnya, “Tapi kalau goncang, maka bangsa ini akan pecah,” tutur salah satu putra PB XII ini.

Penganggeng Sasono Wandowo dan Pariwisata Kraton Surajakarta ini mengibaratkan batu mulia, kalau menggosoknya tidak hati-hati akan mudah porak poranda dan hancur lebur. Akibatnya, bangsa ini akan kembali ketitik nol seperti pada zaman batu, muncul kebodohan dan menjadi jajahan bangsa asing.
Hal tersebut senada dengan peraturan Rayu Ayu (Ray) Dewi Mega Arum Sri Sapawi, pemangku adat Padepokan Kyai Langsur, Sukoharjo. Menurut dia, batu akik berasal dari sumber daya alam, semula hanya wungkulan (bongkahan) saja, kemudian ditatah, digosok, digrenda, diukir, dibentuk seindah mungkin menjadi batu mulia. Dari sana bongkahan batu menjadi sangat bernilai. Jadi, harus mengalami proses yang panjang untuk menjadikan batu tadi menjadi sangat bernilai. Jadi harus melalui proses yang panjang untuk menjadikan batu tadi indah dan semua itu tergantung dari mengolahnya. Ibarat negara ini, jika dikelola dengan baik, benar dan pener (tepat), maka akan menjadikan rakyatnya makmur, tata titi tentrem kerta raharja, gemah ripah loh jinawi.

“Tetapi sebaliknya, kalau penyelenggara negara ini tidak jujur, penuh kemunafikan dan tidak tatag, titi dan titis, maka bangsa dan negara ini akan hancur, hancur tidak berguna dan tidak berharga dimata dunia,”ujarnya.
Tanda-tanda alam ini tidak bisa dihindari, sehingga tidak ada tumbal atau syarat tolak balanya. Karena ini sudah menjadi suratan alam. Diketahui batu berasal dari bawah tanah (rakyat), sehingga yang harus diperhatikan para pemimpin tidak lain rakyatnya, bukan seperti sekarang ini malah pejabatnya. Jadi Jokowi dan pengelola negara, sebagai pemimpin harus bisa melakukan tiga perkara, yaitu nur cahya,nur gonda nur rasa. Artinya pejabat itu harus bisa melihat (menyaksikan) dengan mata kepalanya sendiri (nur cahya) keadaan orang yang dipimpin bagaimana keadaaanya.
Pemimpin harus bisa mencium keringat (peluh) orang yang berada di bawah, sengsara dan sejahtera (nur gonda) dan menciptakan kebijakan dengan menggunakan rasa (nur rasa), bukan malah mementingkan kelompok dan golongan segelintir orang saja. Sebagai pemimpin tidak seharusnya berlaku adigang-adigung adi guna, bertindak semena-mena dan sombong. Lain lagi tanggapan Raden Ngabei (RNg) Paino Notohusodo, salah satu penasehar spiritual Kesultanan Keraton Pajang, fenomena batu akik ini merupakan gambaran munculnya benturan pejabat yang menimbulkan perpecahan, sehingga mampu menyulut kemarahan rakyat.


Berkepala Batu

Di era kepemimpinan Jokowi, kini banyak pejabat yang berkepla batu atau ngakik, dimana sejumlah penentu kebijakan bangsa yang saling mempertahankan pendapatnya, walaupun tindakannya salah. Misalnya, pejabat yang sudah dinyatakan bersalah (menjadi tersangka korupsi), namun tetap ngakik, mempertahankan kesalahannya bahkan tidak malu menuntut balik. Pelaku ritual ditempat -tempat keramat ini selanjutnya mengatakan , dengan adanya silang pendapat antara pejabat yang terus terjadi tanpa henti, mengakibatkan munculnya tandingan-tandingan.

Bahkan lembaga hukum semakin carut marut, tidak saling menghormati, sehingga tidak bisa menjadi panutan suri tauladan bagi rakyat. Nah, kalau sudah begini. Maka alampun akan berbicara dan munculah fenomena batu akik yang terus merebak ini, sehingga lambang dari difat batu yang atos(keras), maka banyak orang yang atos-atosan, mendahulukan kepentingan pribadi dan kelompoknya, bukan lagi kepentingan masyarakat yang diprioritaskan. Puncak dari benturan ini nanti akan ditandai dengan benturannya presiden (Jokowi) dengan wakilnya (Yusuf Kala).
Kalau sudah demikian, maka saat itulah alam sudaj mulai bicara, sapa salah bakal seleh (siapa yang salah akan terpuruk), sapa untung bakal nyaur, artinya siapa yang merasa berhutang, baik hutang harta, uang maupun tindakan akan mengembalikannya, sapa gawe bakal ngango, siapa yang berbuat bakal merasakan akibat dari perbuatannya. Sebab jangkane jagad tidak bisa ditawarkan lagi atau perhitungan alam tidak bisa ditawar lagi.
“Jadi, bangsa Negara ini bakal geger, mesti tidak sampai perang yang mengakibatkan banyak korban nyawa melayang,” ujarnya.
Karena tanda-tanda zaman melalui alam, kini sudah mulai nampak, dengan fenomena resahnya rakyat, akibat kenaikan harga yang terus menerus menjulang, sehingga tak mampu terjangkau lagi. Karena jeritan rakyat yang tertimpa kesengsaraan inilah yang bakal memicu ketidaktentraman. Benturan demi benturan akan terus terjadi, seperti sifat batu yang mampu menggoncangkan bumi pertiwi saat ini. Seperti halnya dengan kemunculan fenomena batu akik yang akhir-akhir ini juga memunculkan kepalsuan dari ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Disinggung tentang presiden ke VII yang diprediksi sebagai penentu bangsa dan negara, Paino mengatakan, memang benar, namun menurut pendapatnya kok ke arah peleburan. Maksdnya? Mungkin saja, bukan mengarah kepada kemakmuran, namun sebaliknya pada titik kehancuran atau perpecahan.
Sebagai rakyat, dia hanya menyarankan agar orang kecil mampu bertindak sabar dan waspada, sebab mengutip jangka(ramalan) Ronggowarsito, bahwa bangsa ini akan mengalami zaman edan, wong sing ora ngedan ora ngedan ora keduman, nangingsak beja-bejane wong lali, isih beja wong sing eling lan waspada.
Sehubungan dengan hal tersebut, H Bambang Prihartono, salah satu peruwat aura dari Solo, mengatakan, zaman ini adalah zaman pengadilan, sehingga siapapun orangnya, baik itu pejabat atau orang berpengaruh, jika tidak jujur bakal diadili dan dipermalukan didepan umum. Sebab menurutnya tidak ada gaman (senjata) yang paling ampuh, kecuali kejujuran. Bahkan tidak itu saja para koruptor bakal terbuka kedoknya, sehingga akan diadili dan dimiskinkan.

“Jadi siapapun itu, jika perilakunya tidak jujur, bakal mengalami kehinaan, karena akan diadili secara terbuka ditengah masyarakat,” katanya.
Isyarat ini sudah tersirat ketika dirinya menemukan kursi, meja dan prabotan dari batu giok yang cukup besar dengan beratnya ratusan kilo gram, sebelum fenomena batu akik ini mencuat dipermukaan. Tepatnya sekitar 2 tahun lalu, di Semarang, Jawa Tengah. Benda -benda gaib itu ditemukan menjelang bulan surasecara bertahap. Diceritakan secara rinci , bebatuan mulia yang ditemukan itu antara lain sebuah meja giok, 2 kursi dan 4 patung Dewi Kwan Im. Benda-benda bertuah itu yang ditemukan pertama kali berupa kotak warna hijau yang terbuat dari batu giok dengan diameter 90cm dan tebal 3cm.
Kotak ini berlogo (berlambang) 2 naga atau Hyang pada setiap sisinya. Simbil Hyang ini, menurut Bambang memiliki makna keseimbangan dan kehidupan. Nah, setelah kotak giok yang ternyata berisi 4 patung itu ditemukan, maka 2 meja giok warna hijau yang bersimbol 4 penjuru angin (berupa naga) pada sisiknya bertuliskan huruf China.

“Ditengah-tengah 4 naga itu terdapat gambar Dewi Kwan Im dalam kondisi duduk bersila,” jelasnya sembari menambahkan, dua hari kemudian Bambang kembali mendapatkan 2 buah kursi besar warna hitam dan warna hijau yang tebuat dari batu giok dan dangranit.
Kursi-kursi itu katanya simbol kursi pengadilan terhadap manusia yang tidak melaksakan kejujuran dalam mengemban tugas suci, tugas untuk menempuh jalan menuju kebenaran sejati.
“Bencana yang berujung kesengsaraan itu bukan saja akan menimpa dirinya saja, namun juga keluarganya, bahkan akan terjerat hukum, hukum alam, Negara bahkan hukuman Tuhan,” paparnya.
Sementara itu menurut Muhammad Mahfud, guru besar Padepokan Bumi Sholawat yang tinggal dipuncak sawit, Jebres, Solo sebenarnya segala sesuatu yang bakal terjadi di bumi ini muncul tergantung dari pikiran dan niatnya, inamal a’malu bin niat yang bersifat keindahan duniawi. Batu ini adalah ciptaan Tuhan, sehinga semua itu harus dikembalikan kepada Tuhan agar terhindar dari kemusrikan.

Sebab Tuhan akan tetap menguji umatNya, siapapun itu, jadi tidak ada orang yang bakal terlepas dari ujian Allah SWT. Sehingga bukan batunya yang menjadi masalah, namun batu permata itu harus dilihat auranya negatif atau positif, jika selama ini aura yang muncul menunjukan sifat negatif, maka kondisi juga akan carut marut dan muncul perpecahan, karena batu itu juga memiliki sifat mudah pecah, jika kurang hati-hati merawatnya.

Keadaan ini memunculkan konteks keelokan batu akik yang eksotis. Dengan demikian manandakan manusia dalam konteks kekinian, hanya mendahulukan kepentingan dirinya untuk membahagiakannya melalui keindahan hiasan dunia.
Maka dari itu, fenomena batu akik yang menggelembung sekarang ini, kalau tidak segera dikembalikan kepada fitrahNya, bisa-bisa menimbulkan egoistisme, banyak orang rela merogoh kocek dalam-dalam demi kesenangan duniawi semata. Bahayanya jika mereka lantas tidak mau berupaya mendekat kepada Sang Maha Kuasa.





Pelet Bulu Perindu
Pelet Dari Jarak Jauh Nan Ampuh
Gebetan Anda Kembali Rindu Lagi, Tanpa ritual
Klik di sini
Pesan WhatsApp: 62895-35644-0040 Bersponsor -

>