Aktor Film yang Menjalani Sufi

Aktor Film yang Menjalani Sufi

BUDI DAN DOA YANG DIIZABAH


Oleh : Firdaus HM

Di lingkungan orang film Budi Schwarzkrone, 73 tahun, biasa dipanggil Pak Kyai. Disekitar rumahnya, Taman Royal, Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, warga memanggilnya Pak Haji. Namun apapun panggilan orang, seniman lukis yang juga pemain film, kameraman, sutradara dan penulis skenario ini tidak masalah. Dipanggil apapun, asalkan tidak keluar dari lingkup seputar kiprah hidupnya, dia takkan menjadikan panggilan itu suatu masalah


Nyantai dan kalem, begitulah adat kebiasaan Budi. Dia setiap hari bisa jalan kaki ke pelosok manapun yang jauh. Bahkan makan nasi kucing dipinggir jalan, Banyak orang menyebut dia seorang sufi. Orang yang lebih berat memikirkan sorgawi ketimbang duniawi. Mungkin oleh karena itulah dia berpakaian bersahaja, makan bersahaja dan tidak pernah pamer kekayaan apalagi hedonis. Baginya makan untuk hidup. Makan hanya sedikit tapi untuk kehidupannya yang lebih panjang. Maka itu makan di warung kaki lima, di emperan toko, di emperan stasiun kereta, tidak menjadikannya masalah, Sementara banyak orang merasa aneh, kok ada bule nyantai banget. Bule jalan kaki ke mana-mana dan makan di emperan rek kereta api.

Jika dipanggil Pak Haji, memang Budi Schwarzkrone sudah naik haji. Dipanggil Kyai, memang dia sangat fham bahkan boleh dibilang sudah ngelotok soal agama Islam. Walau dia selalu merendah seakan tidak tahu apa-apa tentang agama. Padahal, Budi sudah bertahun-tahun, puluhan tahun nyantri di Pesantren Suryalaya pimpinan Kyai Haji Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin yang biasa dipanggil Abah Anom. Abah Anom, Kyai yang sangat mumpuni, anak Syech Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad alias Abah Sepuh.

Budi Schwarzkrone adalah seorang aktor film yang sangat mencintai kehidupan. Dia pejuang keadilan dan anti kekerasan. Karena konsistensinya dia dalam menegakkan keadilan dan anti kekerasan, maka jaman Soeharto dia ditangkap Laksus (istilah untuk Pelaksana Tugas Khusus) Bahkan ditahan di penjara Guntur, Manggarai, Jakarta Selatan tanpa pengadilan. Seseorang yang sangat mencintai Allah Azza Wajalla dan mencintai sesama insan.

BAik dalam profesinya sebagai pelukis sebagai pemain, sutradara, kameraman, dan juru pendakwah jalanan, baginya semua tercurahkan untuk menjunjung keesahan Tuhan. Menelisik ilmu keagamaannya, actor wajah indo ini, memang pantas dipanggi Kyai. Ilmu agamanya sangat dalam karena dia berpuluh tahun nyantri, mencari ilmu agama bersama Abah Anom, pesantren terkenal di Tasikmalaya.

Budi Schwarzkrone dilahirkan di kaki Gunung Galunggung Tasikmalaya, 8 Oktober 1942. Tepatnya yaitu di Desa Bongkar, desa yang tenggelam oleh erupsi meledaknya Galunggung tahun 80-an lalu. Ayahnya Budi orang Indonesia cambur Lebanon dan ibunya Jerman campur Kanada.

“Saya lahir diazanin, keluarga saya keluarga Islam,”tutur Budi, kepada Misteri.
Kenapa Budi bicarakan ini? Suatu hari, Budi sembahyang di masjid Alun-Alun, Jalan Merdeka, Bandung. Ada seorang ustadz Bandung yang mendekatinya ketika dia sedang memakai sepatu usai sembahyang.

“Alhamdulillah Bung jadi mualaf, masuk Islam. Memang sedikit orang asing terutama bule masuk Islam,” ungkap Ustadz Bandung itu.

Mendengar omongan ini, Budi merasa geli. Lalu dia jelaskan. “Pak Ustadz, saya ini sejak lahir sebagai muslim dan kuping saya diadzanin oleh bapak saya yang muslim seratus persen,” terang Budi. Memang, karena tinggi 196 meter, kulit bule, hidung mancung dan rambut agak pirang, maka Budi sering dikira mualaf saat dia masuk masjid. Orang menyangka dia bule seratus persen dan menyangka dia tadinya bukanlah muslim.

Pada tahun 1977, Budi menyutradarai film Tante Sun. Tahun 1971 juga main sebagai pemeran utama film Air Mata Kekasih berpasangan dengan Suzanna. Tahun 71 juga bermain sebagai perwira Belanda di film Perawan di Sektor Selatan. Tahun 1975 bermain sebagai pemeran utama film Marabunta. Tahun 1990 main di film Babat Tanah Leluhur dan Rahasia Bukit Tengkorak. Tahun 1985 main film Sunan Kalijaga dan Syech Siti Jenar. Selain main film, Budi lama bekerja untuk TVRi Pusat sebagai Sutradara, penulis skenario dan kameramen.

“Sekarangpun, walau sudah berumur kepala tujuh, saya masih siap terjun ke lapangan. Saya tidak mau menua-nuakan diri dan berkreasi itu tidak usah melihat umur,” katanya. Budi setujuu sekali dengan pandangan orang Inggris, jika mau awet muda, selalulah merasa diri muda. Jangan menua-nuakan diri walau sudah tua. Selalu merasalah muda jika tidak ingin cepat tua. Tua sudah pasti, sunatullah dan sesuatu yang alamiah. Tapi bagaimana mengisi hari tua dengan kemudaan, itu yang harus diperhitungkan dan dipikirkan.

Sekarang Budi banyak melukis. Selain melukis realism, dia juga membuat lukisan potret dan lukisan kaligrafi Islam. Lukisan banyak terjual di kalangan selebriti ibukota dan juga pengusaha Indonesia. Lukisannya bagus dan dalam. Setiap sapuan kuas memliki filosofi tersendiri dan mendalam. Bukan hanya coret-coret tapi punya nilai filsafah dan estetika seni budaya.

Belakangan Budi melukis Sembilan Wali. Walisongo itu dilukis dengan melakukan tawasul, telepati menghadap para wali yang akan dilukisnya. Ibaratnya dia mohon izin. Melukis para sulia di Jawa itu. Alhasil, Budi mendapat ijin dari para wali dan lukisan itu baru saja kelar dan bagus sekali.

Sebagai seorang seniman yang tekun ibadah dan menjadikan masjid sebagai rumah kedua, Budi punya kemampuan lebih. Dia bisa merawat seseorang yang ingin kesuksesan didalam karir, kepangkatan dan kesehatan prima. Dia mendoakan orang yang dipilihnya dengan khusuu. Banyak doanya yang kemudian diizabah Allah. Seorang keluarga miskin mengundangnya makan siang. Sebelum makan, Budi meminta keluarga yang mengundangnya mengaminkan doanya dan mengangkat kedua tangan ke atas. Meminta kepada Allah AzzaWajalla. Budi lalu memimpin doa sebelum makan itu, meminta kepada Allah agar makanan yang terhidang diberkahi dan ditambah berlimpah setelah itu.

Benar saja, pengundang makan itu merasa rejekinya lancar dan makanan selalu berlimpah sejak didoakan Budi Schwarzkrone. Hingga kini bisnisnya yang tadinya tersendat, jadi lancar dan orderan melimpah0ruah. Tadinya sulit makan kini makanan berlimpah. Tapi Budi menganjurkan sedekah dan tidak sungkan berbagi untuk orang miskin.

“Ada rejeki orang lain yang dititipkan Allah AzzaWajalla di rezeki kita. Maka itu, kita diwajibkan untuk berbagi,”pangkas Budi.

Pelet Bulu Perindu
Pelet Dari Jarak Jauh Nan Ampuh
Gebetan Anda Kembali Rindu Lagi, Tanpa ritual
Klik di sini
Pesan WhatsApp: 62895-35644-0040 Bersponsor -

>