DIBAWA TERBANG RAKSASA UNGU

DIBAWA TERBANG RAKSASA UNGU


Oleh : Pun Widodo

Persekutuan gaib dengan makhluk halus selalu meninggalkan jejak kematian bagi pelakunya. Dimulai dari hasrat nafsu untuk memperoleh harta kekayaan yang melimpah tanpa susah payah, tanpa proses yang lama dan keinginan memperolehnya dalam tempo yang singkat, cepat dan instan, menjadikan pelakunya gelap mata, lupa dan tak memperdulikan akibatnya yang akan direngkuhnya kelak. Apalgi jaman sekarang, persaingan hidup kian keras. Kebijakan pemerintah pun cenderung tak memihak rakyat yang bergolongan ekonomi lemah. Gas 3kg-an mengalami kelangkaan, beras pun bercampur dengan plastik, sepakbola dibekukan di seantero Nusantara, pajak kian mahal, untuk mengakses pendidikan dan kesehatan pun harus membayar tiap bulan, listrik untuk 1300 watt ke atas pun naik tarifnya. Tak heran, banyak orang bingung, linglung dan galau, kemanakah harus mencari rejeki? Bagi yang kuat pondasi agamanya, jika terpuruk, mereka bisa hidup prihatin dengan melakukan puasa dengan mengurangi porsi dan jatah makan. Tapi bagi yang lemah imannya, mereka memilih jalan instan dengan cara membeli nomor togel, judi online, prostitusi bahkan ada pula yang nekat dengan mencari persugihan. Dan aku salah satunya.

Sebut saja namaku Barjo. Aku penah mengalami kejayaan di masa Pak Harto berkuasa di negara ini. Tetapi, tiba-tiba semua usahaku mengalami kemerosotan. Proyek-proyekku di Sumatera tak terbayarkan oleh rekanan. Kantor-kantor cabangku di berbagai kota, tutup satu persatu karena harga sewanya kian melambung. Omzet perusahaan pun turun drastis. Pada akhirnya aku tak bisa membayar cicilann ke bank, karena semua omzetku tak cukup untuk membayar bunga pinjaman kredit yang sampai jutaan.

Aset-asetku pun kian berkurang, bahkan sebagian hendak dilelang oleh bank karena aku tidak bisa membayar cicilan dan bunganya. Bank-bank yang memberiku kredit, ku vonis banyak yang kejam. Apalagi bank-bank berplat merah alias BUMN. Mereka tahunya untung, untung dan untung.

Dengan jantan, aku berusaha menutup semua hutang-hutangku. Aku datangi bank-bank tersebut, kubayar semua pokok hutangnya, sehingga aku hanya berkewajiban membayar bunga jasanya saja. Setelah semuanya selesai, asetku yang tersisa hanyalah sebidang tanah yang kutinggali saati ini, dua buah sepeda motor tua butut dan istriku yang selalu setia walau aku tengah terpuruk.

Sambil terus menjalankan bisnisku yang terseok-seok, aku berusaha menjalankan bisnis lain yang bukan bidangku walaupun aku tahu ilmunya. Aku nekat, karna aku ingin jaya lagi, aku ingin anak istriku dapat hidup dalam taraf yang sejahtera. Kujalankan semua kewajiban kepada Tuhan, Sholat 5 waktu plus sholat sunatnya, bertahajud dan dhuha bahkan bersedekah, tapi tetap saja kehidupanku tak berubah.Kujauhkan hidupku dari berbuat dosa dan maksiat. Aku berusaha menjadi pribadi yang buta, tuli dan lumpuh dari segala dosa kemaksiatan.

Tapi lagi-lagi, hidupku kian menumpuk, di sana hutang, disini hutang menjadikan hidupku tak tenang, tak nyaman, dan tak bisa tidur nyenyak. Pada akhirnya, seekor sapi gaduhan (Jawa= sapi milik orang lain yang kita besarkan dan kelak ketika sapi itu beranak kita mendapat bagian) tiba-tiba mati digigit ular berbisa. Dengan terpaksa aku menggantinya. Hidupku menjadi semakin gelap.

Tanpa dinyana dan tanpa kusangka, beberapa debt kolektor bank yang didampingi para perangkat desa, mendatangi rumahku untuk menagih bunga jasa bank yang berbulan-bulan memang sengaja tidak aku bayarkan, menurutku hutang ke bank sudah kuanggap paripurna alias selesai karena pokok pinjamannya sudah aku bayarkan. Ternyata tidak menurut mereka.

“Ini sudah sistem Pak, ini print outnya, sisa kewajiban bapak tertulis di situ semuanya.”
Aku terkejut melihat catatan yang ada di print out itu.
“Kejam! Sentakku tanpa sadar. “Bukankah sudah saya bayarkan pokok hutangnya, saat saya mengambil agunan dulu. Berati auk tidak punya hutang lagi dengan bank kalian. Sehubungan dengan bunganya, aku sudah menyanggupi dengan mantri kalian, akan aku bayarkan saat aku punya uang. Berati kusimpulkan aku hanya belum memberikan keuntungan untuk bank kalian.

“Maaf, Pak, ini sudah sistem, dan akmi hanya menjalankan tugas sesuai sistem yang ada, kalau Bapak kurang jelas, mohon Bapak selesaikan di kantor kami.”

“Ok, baiklah, besok saya kekantor Anda. Silahkan Anda pergi dari rumah saya ini, saat ini daya tak ada uang membayarnya.” Hari berganti hari, aku belum menyelesaikan masalah ini ke kantor cabang Bank tersebut, bagiku yang penting aku sudah bayar pokok hutang, bunganya menyusul kelak aku sudah jaya lagi.

Bisnisku kian nyennyit alias sepi. Hutang kian menggunung. Tapi masih saja banyak orang yang percaya kepadaku. Tutup lubang gali lubang. Pada ghalibnya, meski banyak hutang dimana-mana, track recordku baik. Namaku tak masuk dalam blacklist. Apakah ini semua karena aku berprinsip hutang tetaplah hutang, yang tetap harus dibayarkan walaupun aku sudah mati. Meski aku belum bisa bayar hutang atau tak punya uang, aku selalu mendatangi orang yang menghutangiku dengan mengatakan keadaan yang sebenarnya. Aku datangi mereka dengan segala resiko. Aku siap dicaci dan dimaki ataupun digebuki karena belum bisa membayar hutang. Aku harus bertanggung jawab terhadap semua hutang-hutangku.

Tiba-tiba kematian mendadak menghantui dan meneror otakku. Bagaimana jika aku tiba-tiba mati? Apakah anak dan istriku akan aku warisi hutang? Tentu tidak. Timbullah hasratku agar bisa cepat bisa membayar hutang-hutangku dengan cepat. Aku dapat rekomentasi dari seorang temanku yang sekarang sudah sukses dan berhasil menjabat kepala bagian BUMN, agar pergi ke seorang paranormal alias orang pintar didaerah Bawuran sebelah barat Piyungan Bantul. Singkat cerita, aku bertemu dengan Bapak itu.

“Ada rejekinya dari jualan air, cobalah bapak berusaha kearah dana, berdaganglah mekanan dan minuman yang ada unsur airnya. Berdagang itu memang mencari keuntungan, tapi prinsip utama yang perlu Anda dahulukan adalah mencari keberkahan dari Tuhan. Bahkan Tuhan selalu diikuti beberapa hal yang membuntuti yaitu antara lain kesehatan dan keluarga yang bahagia.

Dengan kesehatan Anda akan punya banyak kesempatan, kesempatan apapun juga, asalkan Anda pintar mengambil momentum kesempatan pasti akan menjadi rejeki. Dengan keluarga yang bahagia, hidup anda akan damai, karena kebahagian sejati keluarga Anda bukanlah pada harta yang melimpah tetapi pada kebersamaan. Mangan ora mangan sik penting kumpul, itulah hakikat kebahagiaan dalam keluarga Anda.”

Aku camkan petuah Bapak yang kuanggap kyai itu. Aku jualan yang ada unsur airnya. Tapi untuk melaksanakannya aku harus mengubah haluan usahanya 360 derajat. Karena usaha yang kujalankan saat ini adalah berunsyur kayu. Timbul pertanyaan? Jualan apa? Modalnya darimana?

Aku pun memulai usaha baru yang sama sekali aku tak menguasainya. Aku buat produksi yang kupelajari dari situs youtube. Ternyata ilmu dari youtube tak bisa diterapkan. Perlahan aku buat produksi sesuai dengan pengalaman yang kualami dan juga belajar dari produk-produk yang dijual oleh para kompetitor. Jadi dan langsung paten.

Hambatan datang lagi, keuntunganku tak bisa menutupi biaya hidup yang membumbung tinggi. Akhirnya aku hutang lagi. Ternyata masalah tak cukup berhenti di situ. Karena keterbatasan modalm usahaku tak bisa buka secara tetap, konsisten dan ajeg. Kalau ada sedikit modal aku buka, kalau tidak ada, maka aku tutup dan kerja serabutan.

Pelangganku pun menjadi bingung, akhirnya mereka menghilang satu persatu. Suatu hari, karena lokasi  usahaku yang sangat stratgis. Posisiku terlihat oleh para teman-temanku saat masih SMA dulu. Saat libur agak panjang, ternyata mereka semua mengadakan reuni di Kaliurang, Pas tutup jualan, beberapa mobil mewah tergress tiba-tiba berhenti dan parkir di sekitar tempatku jualan.

Mereka segan turun dari tunggangan mewah mereka. “Piye Jo kabarnya? Apik apik wae to?” Satu persatu teman-temanku menyalamiku.

Ada Anto, Burhan, Yudas, Joni, Hesthi, Maya, Yuke, Lucy indo, Diyan Lasmi, Riyan, Niken, Bowo, Ndaru Agus dan masih banyak yang lain, yang kesemuanya nampak keren sukses dan parlente.

“Yuk Jo, kita ngumpul-ngumpul di Kaliurang, ada sekitar 50 teman kita disana, kita sudah sewa 2 villa. Ajak anak dan istrimu, mari kita reunian,” suruh si Anto yang dulu menjadi pentolan OSIS.

Aku pun mengikuti reunian di Kaliurang. Tanpa ketinggalan kuajak pula anak dan istriku. Malam itu semua bergembira. Kita semua bernostalgia. Masing-masing menceritakan bagaimana keadaanya. Saat tiba giliranku, aku bingung mau menceritakan apa, sementara saat ini, kondisiku sedang terpuruk dan pailit.

“Ahamdulillah saya dan anak istri baik,” aku tak bisa meneruskan kata-kata lagi, Silahkan gantian ke rekan yang lain.”

Akhirnya semua selesai bercerita tentang masa 20 tahun seusai lulus SMA. Kusimpulkan 99 persen temanku yang hadir disitu semua menjadi orang sukses dan berkecukupan. 1 persen yang belum sukses adalah aku. Syang dari semua itu, tak ada satupun yang menawarkan bantuan atau modal pinjaman tanpa bunga kepadaku.

Sebenarnya dalam forum itu, aku ingin menawarkan diri, siapakah yang mau meminjami saya modal? Tapi keegoan dan ketertutupanku menutup semuanya. Aku malu dengan kondisiku yang berkubang hutang. Aku introvert untuk urusan hutang, bahkan istriku pun tak kuberi tahu kesemuanya tentang hutang-hutangku.

Malam di Kaliurang beranjak ke peraduan. Kaliurang yang biasanya terasa sangat dingin dan atis. Malam itu terasa amat panas dan sumuk. Menjelang tengah malam, tiba-tiba terjadi pemadaman listrik. Kami bingung, sementara penjaga villa sudah pulang kerumahnya, Dengan terpaksa aku menawarkan diri untuk mencari lilin atau senter untuk penerangan.

Aku turun, ternyata sampai ke Pakem pamadaman listriknya. Di sebuah minimarketnya aku membeli lampu senter beserta baterenya. Aku naik lagi. Mendekati villa yang kami sewa, diatas bukit Plawangan kulihat panorama sinar berwarna-warni beterbangan ke atas seperti iklan kompas tv. Aku penasaran, benda apakah yang bertebaran itu? Segera aku percepat laju motor tua bututku, keserahkan lampu senter itu ke teman-temanku di Villa.

Di depan pintu gerbang telaga putri kuparkirkan motorku. Aku benar-benar penasaran dengan fenomena yang terjadi, benda warna-warni apakah yang beterbangan itu. Aku segera naik ke telaga putri pada tengah malam. Agak ke atas ada plang rambu larangan naik kebukit plawangan. Tapi aku nekat menerobos rambu larangan itu. Dari kejauhan, kulihat semakin banyak saja benda yang berterbangan ke atas langit, menuju ke arah utara ke puncak Gunung Merapi.

Tiba-tiba, gerombolan monyet yang berdomisili disekitar telaga putri mengeroyokku, mereka bergelantungan dan menarik-narik pakaian yang melekat di tubuhku. Dalam hati aku membatin, mengapa monyet-monyet itu, tidak menyerangku tetapi hanya menarik-narik pakaianku, apakah ini bahasa mereka untuk melarangku mendekati tempat benda-benda berwarna-warni itu.

“Ah peduli amat.”
Kuteruskan langkahku menuju ke arah atas. Kuterobos dan kusibak semua pepohonan dan rerumputan yang menghalangi langkahku. Aku benar-benar penasaran, ada apakah disana? Tak kupedulikan gatal-gatal terkena gesekan pepohonan di lokasi yang tak pernah terjamah oleh manusia itu.

Akhirnya aku sampai ke lokasi yang membikinku penasaran. Kulihat dari dalam tanah, keluar bebatuan yang memancarkan warna-warni indah berterbangan ke angkasa laksana laron yang keluar dari lubang tanah. Aku segera menangkapi bebatuan yang berterbangan itu. Kuamati batu-batu yang berhasil kutangkap itu, ternyata itu adalah batu akik.

“Kok sepertinya, akik-akik ini bagus, wah ini pasti bisa kujual dan bisa laku mahal, apalagi saati ini sedang booming batu akik, ah kuambil saya yang banyak dan besok ku jual borongan di arena pameran di Jogja.” Kucopot jaketku untuk dijadikan wadah bagi batu-batu akik itu.

Tiba-tiba didepanku berdiri sesosok raksasa berwarna ungu, di sekujur tubuhnya bertebaran kilauan batu seperti permata. Aku seperti melihat sosok raksasa yang dipenuhi kilauan cahaya seperti bintang-bintang di angkasa. Raksasa ungu itu menyuruhku berhenti mengambili bebatuan dengan isyarat tangannya. Kuturuti perintah sosok gaib raksasa itu. Aku penasaran, makhluk apakah itu? Buto , genderuwo, ataukah eyang juru taman sang penunggu Gunung Merapi?

Sosok raksasa itu tiba-tiba mereduksikan diri. Tubuhnya mengecil dan terus mengecil. Akhirnya bereinkarnasi menjadi sebuah benda yang berkilauan. Kuambil benda itu, ternyata itu adalah sebuah cincin berlatar biru dan bertebaran cahaya berpendar putih dimana-mana. Gambaranya seperti melihat bintang-bintang dilangit pada malam hari. Indah sekali. Lalu kupakaikan cincin itu di jemariku. Aku segera turun sambil menenteng banyak bebatuan.

Esoknya semua batu itu kujual borongan di sebuah pameran yang diselenggarakan disamping balaikota. Kata panitia yang membeli batu-batuanku, batu-batuku kualitasnya bagus, bahkan mereka mendesakku agar mau terus memasok batu-batuan seperti itu. Tapi sayangnya batu yang kupakai dijemariku tak ada yang mau membelinya, kata mereka terasa sangat panas bila dipegang. Kata mereka, mereka mengatakan seperti terkena balsem bila memakai batu yang kupakai cincin dijemariku. Mereka bilang, batu sperti itu, biasanya asa penunggu ataukhodamnya. Mereka tak berani beresiko terhadap khodam yang ada di dalam bati cincin yang kuperoleh semalam itu.

Sepulang dari balaikota, aku mendapat uang yang banyak. Semua hutang-hutangku bisa aku lunasi. Tapi ada keanehan dalam keseharianku. Kalau makan, aku tak cukup hanya menghabiskan satu piring, agar kenyang aku menghabiskan nasi 1 periuk.

Tak hanya itu, aku kerap merasakan tubuhku gerah dan panas. Ubun-ubunku terasa panas terus. Sehingga aku punya kebiasaan baru mengguyur tubuhku setiap aku kepanasan.

Istriku menjadi bingung dengan kebiasaan dan perubahanku, apalagi ujug-ujug aku mendapat uang yang sangat banyak tanpa kerja keras.

“Ada apa thi Mas, dengan dirimu, jangan-jangan batu-batu akik yang kamu peroleh dari Kaliurang itu malati bencana?”

“Aku tidak tahu, setahuku aku tidak mencuri batu-batu itu.”
Istriku segera membawaku ke dokter. Tetapi hasilnya aku dinyatakan sehat. Akupun segera berobat secara non medis. Oleh paranormal, aku hanya dipesan,

“Bersabarlah dengan apa yang Anda alami saat ini. Saya tidak akan mendahului takdir. Tapi berpikirlah Tuhan hanya memberi apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita minta. Tuhan bekerja dengankehendaknya, bukan kehendak manusia. Tuhan tahu yang terbaik bagi Anda. Jangan harap Tuhan bekerja dengan perintah kehendak Anda. Tuhan bekerja di luar batas kemampuan manusia. Terbaik bagi Tuhan, belum tentu terbaik bagi Anda. Pada intinya terimalah semuanya, yang penting Anda tidak berbuat syirik atau menyekutukan Tuhan dengan makhluk Tuhan yang lain. Anggaplah semuanya sudah menjadi rezeki dan jalan takdir Anda.”

“Tak ada yang tak mungkin bagi Tuhan, mungkin Tuhan mengirim makhluk yang Anda temui di Kaliurang sebagai media untuk mendorong dan mengabulkan doa-doa Anda. Jelas itu pertolongan Tuhan, bukan makhluk jejadian. Tentang siapa dia, Anda tak perlu bertanya, jelas itu utusan Tuhan. Tetab sabar, terima semua, bersyukut dan memohon hidayah Tuhan.

Kian hari, aku semakinmerasa kegerahan. Batu akik biru bertaburan bintang-bintang itu hanya kusimpan di lemari. Aku hanya memperbanyak istighfar dan sholawat. Setiap orang yang memegang batu akik itu, mereka selalu bilang panas. Hari terus bergulit dan pada akhirnya, aku seolah bermimpi benar-benar dibawa raksasa ungu itu terbang ke angkasa, menembus langit raya yang penuh bintang kemintang. Terbang tinggi ke atas sana, terbang ke ujung utara dan berhenti di bukit Plawangan yang sepi dan penuh kedamaian. Disinilah sekarang aku berada, terperangkap diantara dua dunia.

Entah berapa lama aku berada di situ. Suatu ketika, atas usaha istriku, aku berhasil ditemukan, Namun kondisiku sudah tidak seperti dulu. Bahkan sebenarnya aku merasa sudah mati. Sebelum ajal benar-benar menjempur, aku sengaja mengundang wartawan Misteri untuk menuliskan kisahku dengan harapan semoga apa yang aku alami dapat diambil hikmahnya.

Pelet Bulu Perindu
Pelet Dari Jarak Jauh Nan Ampuh
Gebetan Anda Kembali Rindu Lagi, Tanpa ritual
Klik di sini
Pesan WhatsApp: 62895-35644-0040 Bersponsor -

>