ANUGERAH DIMALAM LAILATUL QODAR
Oleh : Bayu Indrayanto
Bulan Suci ramadhan bulan penuh rahmat. Bulan yang ditunggu-tunggu segenap umat muslim. Karena pada saat itu karunia-nya dibentangkan dan anugerahnya ditebarkan pada segenap umatNya. Namun terkadang anugerah itu justru datangnya tiba-tiba dan tanpa disadari oleh mereka yang memperolehnya.
Mboh Minah tampak kelelahan memikul kayu bakar yang memenuhi punggungnya yang sudah membungkuk. Sementara tangannya yang keriput mengusap peluh yang membasahi wajahnya. Sebagai seorang janda miskin yang hidup sebatang kara, hari-hari Mboh Minah dilalui dengan mencari ranting maupun kayu bakar yang ada di hutan di kawasan Blora. Hampir sepertiga hidupnya yang mendekati usia enam puluh tahun di habiskan untuk bekerja keras mengumpulkan ranting demi ranting kayu yang ada di hutan, Petugas Perhutani memperbolehkan mereka melakukan penebangan terhadap pohon-pohon yang ada di kawasan hutan tersebut.
Semenjak kematian suaminya empat puluh tahun yang lalu, Mboh Minah bekerja mencari kayu bakar untuk menghidupi anaknya yang masih kecil, Diran. Kini setelah anaknya dewasa dan menikah, Mboh Minah tetap bekerja mencari kayu bakar. Walaupun Diran berkali-kali membujuk ibunya untuk tidak bekerja lagi, namun Mboh Minah tetap pada pendiriannya. Selama ia masih kuat bekerja ia tidak mau memberatkan anak dan mantunya. Apalagi Diran hanya bekerja sebagai buruh tani dan anaknya masih kecil, maka Mboh Minah bertekad untuk membantu kehidupan ekonomi anaknya tersebut.
Walau berpuasa, Mboh Minah tetap bekerja seperti biasanya. Keinginannya hanya mencari kayu bakar sebanyak mungkin untuk dijual di pasar dan uangnya dapat dipergunakan untuk membeli baju lebaran dang cucu yang masih balita. Karena itu walaupun puasa sudah menginjak malam ke tujuh belas Mboh Minah tetap berpuasa tanpa melewatkan satu hatipun puasanya.
Dengan tertatih-tatih karena kelelahan Mboh Minah mencoba untuk beristirahat dibawah pohon jati tua yang berukuran raksasa. Pohon Jato yang berusia ratusan tahun trsebut dikeramatkan oleh warga sekitar hutan, dan petugasa Perhutani pun tidak berani untuk menebangnya sebagaimana halnya dengan pohon jatilainnya yang sudah tua. Entah tiap kali akan ditebang, selalu saja ada petugas yang kesurupan. Bahkan ada yang mencoba nekad untuk menebang, malamnya ia langsung muntah darah dan akhirnya meninggal dengan mengenaskan. Semenjak itu tidak ada yang berani lagi untuk menebang pohon jati yang sudah dihaturkan sesaji dibawah pohon jati tersebut.
Mboh Minah memilah0milah sesaji yang ada didekat akar ohon jati yang membujur melintang kesana kemari. Dipilahnya sesaji tersebut agar tubuhnya dapat duduk dan beristirahat. Tak seperti biasanya ia harus melewati sisi hutan ini, sehingga ia terpaksa harus beristirahat dibawah pohon jati yang terkenal keramat dan angker.
Dengan menghempaskan nafas panjang ia menyandarkan punggungnya ke batang pohon jati tua itu. Tak terasa suasana sekitar hutan pun mulai gelap karena menjelang Magrib, dengan tekantuk-kantuk Mboh Minah kembali mengusap peluh di sekujur tubuhnya.
Tak sampai lima menit ia bersandar dan menatap rerimbunan pohon yang ada disekelilingnya tiba-tiba terdengar suara seseorang.
“Waduh panake, waduh panake... (aduh enaknya, aduh enaknya),” terdengar suara berat menggema dibelakangnya. Mula-mula Mboh Minah minar yang kelelahan tudak begitu mendengar ucapan itu. Namun terasa kemudian olehnya suara yang muncul dari belakang tubuhnya yang bersandar tersebut. Terdengar suara berat itu sekali lagi. Bergegas Mboh Minah memalingkan kepalanya dan menoleh ke belakang untuk mencari empunya suara. Namun yang ada hanya batang pohon jati tempatnya bersandar dan pucuk daun jati yang bergoyang karena tertiup angin.
Melihat dibelakang tidak ada seorangpun, Mboh Minah mengangkat bahunya tanda tak mengerti lalu melanjutkan istirahatnya. Belum sempat ia menyandarkan kepalanya terdengar suara berat sekalilagi, “Uenak tenan Mbah!” Spontan Mboh Minah menoleh kebelakang namun kembali lagi ia tidak ada siapapun dibelakangnya. Walau hatinya sedikit berdebar karena sering mendengar keangkeran pohon jati tersebut, namun Mboh Minah tidak memperdulikannya.
“Sakarepmu (terserah kamu),” omel Mboh Minah pada suara yang tak terlihat tersebut. “Ojo nggoda wong poso kowe. Senajan kowe bangsa dedemit aku ora wedi. Sing tak wedeni mung Gusti Allah (Jangan ganggu orang puasa kamu. Walaupun kamu hantu, aku tidak takut. Aku hanya takut pada Gusti Allah),” sambung Mboh Minah sekali lagi.
Mendengar omelan Mboh Minah tersebut, suara berat itupun hilang. Adanya kejadian tersebut tidak membuat Mboh Minah untuk meninggalkan tempat tersebut, ia memutuskan untuk menunggu waktu Maghrib yang hampir Maghrib yang hampir tiba untuk berbuka puasa di tempat itu. Ia tadi memang agak siang waktu berangkat mencari katu disebabkan harus membatu Diran untuk menjemur padi yang diperolehnya sebagai upah buruh tani didesa sebelah.
Belum sempat Mboh Minah beristirahat karena terganggu suara tanpa rupa yang mengganggunya, tiba-tiba dilihatnya tampak sosok bayangan bertubuh besar berjalan dari rerimbunan hutan ke arahnya. Sesosok itu menyerupai laki-laki yang badannya penuh bulu dan bercambang lebat hampir memenuhi seluruh wajahny Ditangannya tampak membawa bungkusan yang mengeluarkan bau sedap seperti makanan yang baru dimasak.
Laki-laki itu dalam sekejap sudah ada di depan Mbo Minah dn menyodorkan makanan yang kelihatannya hangat dan mengepul panas. “Sate cempr mbah sama gule buat buaka puasa, katanya pada Mboh Minah.
Hampir Mboh Minah menerima tawaran laki-laki tak dikenal yang menawarkan makanan untuk berbuka puasa, namun hidung Mboh Minah tanpa sadar mencium bau singkong bakar dari sela-sela tubuh laki-laki misterius itu. Belum hilang bau singkong bakar itu, Mboh Minah melihat mata laki-laki di hadapannya seolah-olah menyala berwarna kemerahan dan samar-samar dilihatnya sepasang tanduk kecil kelihatan menonjol dari sela-sela rambutnya yang lebat.
“Audzubillahiminnasyaithonirrojim...”
Ucap Mboh Minah spontan melihat pemandangan didepannya. Ajaib begitu ucapan itu dibacanya, tampak tubuh laki-laki itu mengepul mengeluarkan asap tebal. Asap itu kemudian menghilang tertiup angin dan makanan yang sibawanya terjatuh ke tanah.
Sate dan gule yang ditawarkannya pada Mboh Minah brubah menjadi kotoran kuda dan air kencing yang memabsahi tanah didepan Mboh Minah. Mboh Minah bersyukur akan keadaan yang baru dialaminya. Makhluk halus yang merupakan jelmaan genderuwo itu ternyata baru saja menggodanya.
Belum lenyap keterkejutan Mboh Minah, tiba-tiba dari atas dahan pohon jati tempatnya besandar suara cekikikan perempuan. Tawa itu nyaring melengking membelah kesunyian hutan. Siapapun yang mendengarnya pasti ketakutan.
Mboh Minah menoleh ke atas suara itu berasal, ia melihat sesosok permpuan berpakaian putih-putih denga rambut panjang terurai tampak menutup sebagian wajahnya yang tertunduk.
Sekali lagi perempuan itu, mengeluarkan suara tawanya yang mengerikan, tubuhnya kemudian berayun-ayun kesana kemari sambil terus tertawa. Mboh Minah dapat melihat wajahnya yang kelihatan sebagian tampak pucat, sementara separuh wajahnya yang lain tampak berlubang dan mengeluarkan darah dan nanah yang menetes. Mboh Minah hanya diam terpaku menyaksikan pemandangan tersebut.
“Kamu ingin uang atau kekayaan Minah?” tawar perempuan misterius itu kepada Mboh Minah.
“Aku sanggup memberi mu,” sambungnya lagi sambil menunjukkan punggungnya yang berlubang dan penuh belatung itu tampak segepok uang ratusan ribu memenuhi rongga tubuh yang terbuka tersebut.
Kembali Mboh Minah mengucapasma Allah berkali-kali sampai perempuan yang berupa sundel bolong itu meninggalkan Mboh Minah sambil tertawa nyaring. Melihat hal tersebut dengan bergegas Mboh Minah meninggalkan pohon jati angker tersebut. Ia memilih untuk pulang ke rumah tanpa harus berbuka dulu. Maka dengan terseok-seok karena membawa kayu bakar yang memenuhi punggungnya Mboh Minah berjalan.
Namun karena tergesa-gesa dan suasana hutan yang mulai gelap yanpa terasa Mboh Minah pun tersesat. Ia justru masuk ke dalam hutan semakin dalam. Karena kelelahan Mboh Minah memutuskan untuk berbuka puasa terlebih dahulu. Ia merasa waktu Maghrib sudah tiba.
Setelah berbuka, Mboh Minah merasakan tubuhnya merasa segar dan memutuskan untuk meneruskan perjalanannya. Namunsampai hari menjelang malam, bukannya ke luar dari hutan ia justru semakin msuk kedalam hutan.
Karena kelelahan Mboh Minah kembali beristirahat, ia merasa benar-benar putus asa dan mencemaskan keluarganya yang tentu sedang menunggunya dirumah. Dalam keputus-asaannya, Mboh Minah teringat pada Tuhan. Ia lalu bersujud dengan khusuknya memohon pertolongan dari-Nya atas semua kesulitan yang dialaminya. Tetapi terasa hampir berjam-jam ia sujud dan tertidur. Tiba-tiba seberkas sinar entah darimana datangnya tampak tiba didepannya. Sinar itu menjelma menjadi sosok Mboh Minah juga. Baik rupa maupun pakaian yang dikenakannya serupa benar. Mirip pinang dibelah dua.
Ia membangunkan Mboh Minah yang masih khusuk berdoa sambil bersujud. Merasa ada yang menggamit bahunya Mboh Minah terbangun ari sujudnya. Ia kembali terpana waktu dilihatnya disampingnya ada seseorang yang mirip dengan dirinya tampak memegang bahunya.
Berkali-kali Mboh Minah mengucap asma Allah untuk mengusir sosok mirip dirinya tersebut. Ia merasa yang ada didepannya adalah jelmaan genderuwo. Namun Mboh Minah yang ada dihadapannya tidaklah hilang malah justru tersenyum.
“Aku bukan dedemit minah. Aku saudara yang sejati,” ucap Mboh Minah yang ada dihadapannya dengan lembut. Ia lalu menuntun Mboh Minah untuk bangun. Dengan keheranan Mboh Minah mengikuti saja apa yang dilakukan oleh kembarannya tersebut. Ia juga menggandeng tangannya untuk berjalan menembus kegelapan hutan.
Beberapa waktu kwmudian, tanpa terasa Mboh Minah telah tiba dihadapan rumah reotnya. Tampak didepan rumah, Diran dan menantunya menunggu dirinya.
“Sekarang aku akan menyatu dengan dirimu dan membatu kesulitanmu mencari sandang pangan Minah,” ucap sosok kembaran Minah waktu tiba didepan rumah Minah.
Setelah berkata tersebut, bayangan itupun lenyap dan masuk ke dalam tubuh Mboh Minah. Tinggallah Mboh Minah yang merasa heran dengan apa yang terjadi. Dari depan rumah tampak Diran dan menantu Mboh Minah datang menyongsong kedatangannya dengan gembira. Sengaja Mboh Minah merahasiakan apa yang teradi di hutan. Namun semenjak kejadian tersebut, Mboh Minah ternyata mempunyai kelebihan lain. Ia mempunyai kepandaian untuk memijat dan mampu menyembuhkan penyakit dengan pijatannya. Tapi kali akan memijat, tangannya seakan dituntun oleh tangan yang tak kelihatan dan tangan itu mengarahkan ke bagian tubuh tertentu dari pasiennya. Dan melalui pijatan tangan yang hanya berupa sentuhan-sentuhan lembut itu Mboh Minah mampu menyembuhkan banyak orang.
Kini Mboh Minah tidak perlu mencari kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan dari hasilnya memijat pula ia mampu membeli sawah yang kemudian dikerjakan Diran anaknya. Bulan puasa ternyata membawa anugerah yang berbeda bagi tiap-tiapjiwa yang ikhlas beribadah padaNya.
Pelet Bulu Perindu
Pelet Dari Jarak Jauh Nan Ampuh
Gebetan Anda Kembali Rindu Lagi, Tanpa ritual
Klik di sini
Pesan WhatsApp: 62895-35644-0040 Bersponsor
Pelet Dari Jarak Jauh Nan Ampuh
Gebetan Anda Kembali Rindu Lagi, Tanpa ritual
Klik di sini
Pesan WhatsApp: 62895-35644-0040 Bersponsor
>